Sekolah hari ini mengadakan kegiatan amal donor darah yang bekerja sama dengan PMI Indonesia. Acara ini diselenggarakan setiap 2 tahun sekali dan pesertanya boleh pelajar sekolah atau masyarakat umum yang ingin berpartisipasi menyumbangkan darahnya secara gratis.
Jam pelajaran sekolah pun menjadi bebas alias tidak belajar. Hal seperti ini menjadikan seluruh murid-murid merasa sangat bersukacita, termasuk genk "The Rebels" yang memang tidak pernah suka belajar.
"TARAAAA!" Meitha berseru riang pada Joana seraya menyerahkan sebuah ponsel Android bekas kepadanya. "Buat lo, Jo. Ribet gue kalo mau hubungin lo susah."
Joana menatapnya tak percaya. "Buat gue?"
"Iya, gue lupa kalau punya dua hape selama ini. Lo tau 'kan yang satunya biasa gue pake buat apa?" kata Meitha sambil mengedipkan sebelah mata dan tersenyum jail.
Joana balas tertawa kecil seraya menerima ponsel tersebut dengan perasaan gembira. "Makasih ya, Mei! Lo baik banget. Nanti gue balikin lagi kalo hape gue udah dikembaliin sama sih Lefrand."
"Oke, nyantai aja, Jo. Yang penting kita bisa komunikasi." Meitha menyeruput es teh manis yang dipesannya.
Kedua gadis itu sedang makan di kantin, sementara ketiga cowok teman mereka: Dio, Ilus dan Aidi belum datang. Suasana kantin penuh sesak oleh banyak siswa yang baru saja mendonorkan darah mereka. Joana dan Meitha memilih untuk tidak ikutan karena merasa malas.
Tak berapa lama, muncul Dio, Ilus dan Aidi di pintu kantin. Mereka bertiga segera berjalan menuju tempat Joana dan Meitha yang sedang asyik menyantap bakso dan es teh manis.
"Jo, lo jangan bilang ke Dio ya soal hape gue itu biasanya gue pake buat apa," bisik Meitha ketika tiga cowok itu mendekat.
"Emang kenapa?" Joana bertanya dengan mulut penuh makanan. Meitha memang biasa menggunakan ponsel cadangan untuk berselingkuh dari pacar-pacarnya terdahulu.
"Pokoknya lo jangan bilang apa-apa, ya!" Meitha memberi kode menggunakan telunjuk di depan bibirnya.
Joana hanya manggut-manggut dan kembali menikmati baksonya yang tersisa setengah mangkuk. Bakso adalah makanan favorit Joana. Saking sukanya, kadang ia bisa sampai menghabiskan dua mangkuk.
"Woi! Lo berdua kenapa nggak ke markas?" sapa Dio sembari duduk di sebelah Meitha. Meitha menawarkan es teh manisnya pada cowok itu sambil tersenyum manis.
"Males, ah. Gue laper pengen makan dulu," kata Joana sambil mengamati kedua sahabatnya itu dengan curiga.
Aidi dan Ilus memesan teh botol dan nasi goreng pada penjual di kantin ini.
"Gue kirain kalian ikutan acara donor," ujar Ilus.
"Males! Liat jarum suntiknya aja gue udah merinding duluan," sahut Meitha. "Lo kenapa nggak ikutan, Di? 'Kan sih Flora yang jadi ketua acara itu."
Aidi menggeleng. "Males gue. Acara kayak gitu bukan gue banget."
"Oh ya, ada yang pengen gue sampein sama kalian semua," sela Meitha kemudian seraya menggerling sebentar pada Dio dan dibalas anggukan oleh cowok itu. Meitha menarik napas dalam-dalam, lantas melanjutkan, "Gue sama Dio mulai sekarang udah resmi jadian!"
"WHAT?" Joana memekik kaget, hampir tersedak.
"Kalian jadian?" Ilus terperangah, sedangkan Aidi cuma geleng-geleng kepala.
Dio dan Meitha mengangguk mantap.
"Yups! Kita berdua serius pacaran. Pasti kalian kaget 'kan nggak nyangka sama sekali?" seru Meitha, lalu ia dan Dio tergelak sementara yang lain hanya saling bertukar pandang, tak tahu harus berkomentar apa.
"Terus pacar-pacar kalian gimana? Apa udah diputusin semua?" tanya Joana. Seingatnya, Meitha masih punya pacar anak kuliahan, sedangkan Dio sendiri punya tiga cewek dari SMA sebelah. Tiga cewek itu sampai berantem rebutan Dio beberapa waktu yang lalu, dan membuat heboh seantero sekolah.
Meitha menggeleng. " Gue sih udah, tapi kayaknya mantan gue masih belum terima gue putusin."