Troublemaker in Love

Poetry Alexandria
Chapter #12

Rasa Aneh

Lefrand duduk di meja belajar kamarnya sambil menatap layar ponsel yang sebenarnya adalah milik Joana. Ada pesan whatsapp dari mama dan papanya. Kedua orang tuanya sedang mengabarkan masalah perceraian mereka, bahwa besok sudah masuk sidang pertama.

Rasa kesal, kecewa, marah juga sedih bercampur jadi satu dalam hati dan pikiran Lefrand. Ia tidak menginginkan orang tuanya berpisah, tapi melihat pertengkaran keduanya yang sering terjadi, sungguh membuatnya dilema.

Ponsel itu kembali berdering. Secara bergantian orangtuanya menelepon. Lefrand melirik enggan pada panggilan video yang dilakukan orangtuanya tersebut. Betul-betul mengabaikannya, meskipun ia tahu mereka pasti mengkhawatirkannya saat ini.

Sejak kepergian Lefrand kemari, cowok itu belum memberi kabar apapun pada mama dan papanya. Entahlah. Ia merasa malas untuk mengobrol dengan mereka, setidaknya untuk saat ini.

Lefrand merebahkan tubuh ke atas ranjang. Berusaha mengalihkan pikiran dengan cara memikirkan hal lain dan bayangan Flora tiba-tiba saja berkelebat dalam benaknya.

Gadis itu dengan senyumannya yang menawan dan tatapan matanya yang lembut, sungguh menyejukkan hati. Lefrand memejamkan mata sambil mengingat kejadian siang tadi kala Flora duduk di dekatnya. Jantung Lefrand seketika berdebar keras. Ia jadi merindukan Flora walau beberapa jam yang lalu sudah bertemu. Namun, saat ia teringat kejadian pingsannya yang memalukan, Lefrand tidak bisa berhenti merutuk dalam hati.

Bisa-bisanya ia pingsan di depan gadis yang ditaksirnya itu. What a shame!

Ponselnya lagi-lagi berdering. Lefrand tersentak. Papanya kembali menelepon. Dengan malas, Lefrand memilih berjalan keluar kamar, mengabaikan panggilan tersebut.

Saat tiba di depan kamarnya, cowok itu terkejut mendapati Joana sedang mengendap-endap berjalan di ruang tamu menuju pintu keluar.

"Mau kemana lo? Malem-malem gini?" tanya Lefrand curiga.

Joana menoleh kaget dan sontak tersenyum kikuk. Gadis itu berdiri gamang diatas sepatu high heels yang dipakainya. Ia terlihat sangat rapi dan cantik. Lefrand jujur mengakuinya. Joana mengenakan blouse berlengan pendek warna merah marun dipadukan dengan hot pants polos warna hitam. Rambutnya yang panjang dikuncir kuda dengan rapi. Wajahnya pun mengenakan make-up tipis yang membuatnya tampak berbeda. Lebih terlihat manis daripada kesan galak dan jutek yang selalu ditampakkannya setiap hari.

Lefrand sejenak terpana melihatnya. Namun, cepat-cepat menepis pikiran itu. Kedua matanya menyipit penuh curiga.

"Oh, itu ... uhm ... gue mau ke acara birthday party sepupunya Meitha," sahut Joana pelan.

"Jam segini?" Lefrand mengendikkan kepala ke arah jam besar yang tergantung di dinding. Jarum jamnya sudah menunjukan pukul 21.30.

Joana menggigiti kukunya dengan gugup. "Ya, emang jam segini mulainya. Ayolah, Frand ... masa gue ke pesta temen aja nggak boleh?"

"Lo pasti mau dugem, 'kan?"

"Acaranya sih di club, tapi tenang aja ... gue nggak ngapa-ngapain, kok. Lagian di sana minuman keras aja nggak ada, apa lagi narkoba." Joana berusaha meyakinkan, berharap Lefrand bisa bermurah hati padanya malam ini.

"Nggak boleh!" tegas Lefrand, memasang wajah garang.

Joana menghela napas jengkel. "Lo emang nyebelin ya, Frand!"

"Emang," sahut cowok itu enteng, "Elo 'kan tahu, bokap lo sendiri yang nyuruh gue buat ngawasin lo."

Lihat selengkapnya