"Gue turun dulu, ya! Thank's udah anterin gue," ucap Joana seraya membuka pintu mobil. Ia baru saja hendak bergegas turun ketika suara cempreng Meitha menginterupsi gerakannya.
"Lo kenapa sih, Jo? Dari tadi lesu banget? Lo sakit?" tanya Meitha sambil mengamati wajahnya lekat-lekat.
Joana hanya mendesah. "Gue nggak kenapa-napa. Udah, ya gue turun dulu. Udah malem juga."
"Malem? Baru juga jam sebelas. Biasanya lo paling seneng kelayapan malem-malem sampe pintu rumah lo dikunci sama bokap lo," ejek Dio yang membuat Meitha tertawa.
Pesta ultah Mona sebenarnya belum berakhir sama sekali. Tapi entah mengapa, Joana mendadak merasa kehilangan mood untuk bersenang-senang. Ia kesal Lefrand pergi meninggalkannya begitu saja. Padahal cowok itu yang memaksa ikut ke pesta bersamanya tadi.
Joana turun dari dalam mobil tanpa berkata apa-apa lagi. Meitha menurunkan kaca jendela, lantas berkata, "Makanya, Jo. Cari cowok dong biar lo nggak bete. Kenapa lo nggak nyoba pacaran sama Ilus?"
Joana hanya menyeringai sementara dua temannya tergelak.
"Udah, ah! Gue mau masuk dulu. Bye!"
Buru-buru ia ngacir masuk ke rumah sebelum Meitha dan Dio meledeknya lagi dan membuat mood-nya bertambah bete.
Joana sempat melihat mobil Lefrand terparkir manis di garasi rumahnya.
Hmm ... udah pulang si kampret itu rupanya, batinnya sambil berjalan menuju beranda rumah.
Tak ada siapa-siapa di dalam sewaktu Joana masuk. Lampu di ruang tengah pun sudah dimatikan. Mungkin Lefrand sudah tidur di kamanya. Joana meneruskan langkah menuju dapur guna mencari makanan yang bisa dimakan. Perutnya mendadak keroncongan.
Ia belum sempat makan apa-apa, hanya dua gelas minuman soda di pesta tadi. Dibukanya tudung saji di atas meja makan. Tak ada apapun selain tempe goreng dan kerupuk dalam toples.
Joana mengerucutkan bibirnya seraya berpikir, sementara cacing-cacing dalam perutnya meronta minta diisi. Mungkin ia akan menyuruh bik Sumi memasakkan sesuatu untuknya. Namun, ia teringat dengan kamar yang didiami bik Sumi terletak terpisah dari bangunan rumah utama. Itu artinya ia harus menelusuri jalan samping rumah yang gelap dan berumput, serta dipenuhi makhluk malam penghisap darah alias nyamuk untuk sampai ke sana.
Bik Sumi bersama mang Diman memang tinggal menetap di sini. Keduanya merupakan sepasang suami istri. Mereka punya anak perempuan yang sudah menikah dan tinggal di kota lain. Jadi, keduanya secara tidak langsung telah melekat erat pada Joana dan juga ayahnya selama ini.