Setelah pulang sekolah, Panji tidak langsung pulang, dia ingin mencari kepastian akan ucapan Savira tadi pagi. Ya, Panji berniat ke rumah Savira, ia hendak mendengar langsung penjelasan dan maksud dari ucapannya.
Panji sudah berada tepat di depan pintu rumah Savira, sudah lama dia tak main ke rumah itu, tak ingin berlama-lama, akhirnya Panji memberanikan diri untuk mengetuknya.
Tok! Tok!
Belum ada sahutan, Panji mengetuk kembali, hingga diketukan ketiga, pintu dibuka.
Ceklek...
Panji sedikit terkejut, bukan Savira yang keluar, melainkan wanita paruh baya, yakni Mama Savira.
"Eh, Panji! Ya ampun! Sudah lama sekali kamu nggak ke sini," ucap Bu Ranty seolah sangat rindu.
Panji hanya tersenyum canggung, dan menyalimi tangan Bu Ranty sekilas.
Dia sangat malu, sudah lama tak berkunjung, bingung juga jika ia harus berkunjung, sebab tak ada alasan ke rumah itu selain Savira, dan sekarang dia sudah tidak ada hubungan sedikit pun dengan gadis itu.
"Tante baik-baik aja?" tanya Panji, pertanyaan itu refleks keluar karna melihat wajah Bu Ranty yang semakin pucat dari beberapa bulan lalu.
"Tante nggak apa-apa, pusing sedikit," jawab Bu Ranty tersenyum.
"Oh... Yang sehat ya Tante," ucap Panji tulus.
"Iya, makasih, Sayang."
"Tante ragu kamu ke sini nyari Savira," lanjut Bu Ranty menyadarkan.
Panji menyengir. "Panji nyari Savira kok, Tante."
"Tumben sekali, jadi kepo Tante, tapi Savira belum pulang sekolah lho."
"Ah, serius Tante?" tanya Panji tak percaya.
"Iya, apa mau menunggu? Paling pulang sebentar lagi," jelas Bu Ranty.
"Nah, itu dia!" tunjuk Bu Ranty ke arah gerbang, membuat Panji refleks mengikuti arah telunjuk Bu Ranty.
Benar saja, Savira sudah pulang, bersama pacarnya, John. Panji bisa melihat tatapan John yang melirik tak suka ke arahnya.