Savira membentur-benturkan kepalanya pelan ke meja yang ada di hadapannya. Otaknya benar-benar sangat panas karena ujian pagi ini. Savira banyak salah dalam memasukan rumus soal fisika yang ia kerjakan tadi.
Bukan hal yang mengejutkan. Otaknya memang pas-pasan, berbeda dengan Panji.
Savira merasa tangannya dingin, seperti ada benda yang menyentuh tangannya. Savira mengangkat kepalanya, ternyata Keysa meletakan botol minuman dingin di tangannya.
"Lo kenapa?" tanya Keysa sedikit tertawa, lalu mengambil duduk di samping Savira. Mereka sedang berada di kantin.
Sejak Keysa mengucapkan permintaan maaf pada Savira, keduanya mulai terbiasa berbicara kembali, bahkan lebih akrab dari sebelumnya.
Mereka tak segan saling sapa saat bertemu, dan berbincang panjang saat di kelas, apalagi mereka satu bangku, mungkin itu yang membuat mereka sulit untuk tidak bertegur sapa, toh juga Keysa sudah mengaku salah dan berjanji tidak akan mengulang kembali.
"Eh," kaget Savira.
"Lo nggak pesan makan?" tanya Keysa kembali.
"Nggak, otak gue bikin nggak nafsu, beli minum doang tadi," jelas Savira, raut wajahnya sangat malas.
"Yaelah. Semangat Vir, cuma try out kok, lebih teliti lagi saat Ujian Nasional nanti," nasehat Keysa.
"Iya, thanks Key. Tapi biar gue teliti atau nggak, sama aja kayaknya, haha...," ucap Savira menertawakan dirinya sendiri.
"Emang lo aja yang males Vir," cibir Keysa.
"Tau aja."
Tiba-tiba seseorang datang dan menaruh nasi goreng serta minuman di hadapan Keysa.
"Makasih Bi Yanti," ucap Keysa tersenyum.
Bi Yanti mengacungkan kedua jempolnya ke arah keysa sebentar lalu pergi dari hadapan keduanya.
"Aneh!" decak Keysa.
"Siapa yang aneh?" tanya Savira, sebenenarnya dia paham.
"Bi Yanti, selalu jawab pakai jempol, heran gue, bisu juga enggak, kan?" kesal Keysa. Savira hanya tertawa mendengar celoteh Keysa.
"Suara Bi Yanti itu terlalu berharga Key untuk didengar cewek, lo jadi cowok aja kalau mau dengar suara Bi Yanti," jelas Savira.
"Iya anjir, kemarin pas sama cowok gue dia nyahut, kan kampret," ucap Keysa sembari mengunyah makanannya.
"Gue juga, biasa kalau sama Panji dia nyahut, pas gue sendiri ya sama seperti lo," ucap Savira membenarkan.
"Iya kan, bikin emosi, Bi Yanti adalah penjual kantin paling gila yang pernah gue temuin."
Savira mengernyitkan dahi, merasa ada sesuatu yang ganjal, Savira mendekatkan wajahnya pada Keysa, lalu tersenyum lebar.
"Gue terlalu bego ya Key? Sampai lambat respon ucapan lo," ucap Savira.
"Lo kenapa sih, jauh-jauh! Kedeketan anjir," decak Keysa mendorong pelan wajah Savira agar menjauh darinya.
"KEYSA LO JADIAN SAMA PANJI?!" teriak Savira.
"Innalillahi! Lo apa-apaan Vir! Gue dilihat banyak orang!" kaget Keysa membelalakan kedua matanya.
"LO JUJUR SAMA GUE, LO JADIAN KAN SAMA PANJI? WAH NGGAK KASIH KABAR! PARAH LO!"
"Vir! Jangan kenceng-kenceng malu gue!" decak Keysa. Semua orang di kantin sudah melirik ke arah mereka.
"Sorry, keceplosan. Jadi bener kan, kata gue?" tanya Savira memastikan.