Jam menunjukkan pukul 13:00 dini hari. Panji duduk di meja belajarnya dengan menatap tegang pada laptop di hadapannya. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Panji. Hari pengumuman SNMPTN.
Panji mulai membuka link website tempat pengumuman berada. Panji segera memasukkan nomor perserta dan password-nya, lalu menekan tombol submit dan menunggu hasilnya keluar.
Panji terus berdoa dalam hati agar keinginannya kuliah di Bandung bisa lolos dengan jalur Ujian SNMPTN. Panji berharap semoga dia bisa diterima di Psikologi.
Panji tak bersuara. Ia diam dengan kedua mata yang terus menatap ke layar laptop yang masih dalam proses.
Hingga tak lama kemudian hasil pengumuman keluar, tertulis jelas nama lengkap Panji dan hasil ujiannya.
Panji melotot dan langsung berlari kecil menuju keluar kamar dengan membawa laptopnya, wajahnya sangat bergembira, dia harus memberi kabar ini kepada kedua orang tuanya.
"PAPA! BUNDA!" Panji berlari heboh keluar kamarnya.
"Ada apa sih teriak-teriak? Papa kamu juga lagi kerja belum pulang, ngapain cari Papa," heran Bu Ika.
"Oh iya, lupa," ucap Panji menepuk jidatnya.
"Bun, Bunda harus liat ini!" lanjut Panji heboh sambil menyerahkan laptopnya. Bu Ika hanya menurut dan menerima laptop dari Panji.
"Panji lolos Bun, Panji diterima di Bandung!"
"Panji lolos SNMPTN Bun!"
Bu Ika belum membenarkan ucapan anaknya, wanita itu memilih melihat dahulu isi dari laptop tersebut. Dan ternyata benar saja, Panji lolos dari jalur SNMPTN. Panji diterima di Psikologi.
"Alhamdulillah! Anak Bunda lolos!" ucap Bu Ika girang.
"Ya Allah Bun, Panji bersyukur banget," senyum lelaki itu lebar.
"Iya, Bunda juga bersyukur, Papa pasti senang mendengar kabar ini, kamu harus kasih tau secepatnya," suruh Bu Ika semangat.
"Pasti Bun! Pasti Panji akan gercep kasih tau Papa kalau Papa udah pulang!" ucap Panji lebih semangat.
"Iya sayang, selamat yah. Bunda bangga sekali," senyum Bu Ika.
"Makasih ya Bun, ini semua juga berkat doa dan dukungan Bunda." Panji langsung memeluk Bu Ika erat. "Sekali lagi Panji sangat berterimakasih Bun," ucapnya haru.
"Iya, Sayang sama-sama. Makasih juga sudah menjadi anak yang membanggakan."
"Sebentar Bun." Panji melepas pelukannya dan merogoh saku celananya.
"Kenapa?"
"Iby harus tau Bun, sebentar Panji mau telfon dulu," ucap Panji, lelaki itu berdiri lalu beranjak dari hadapan Bu Ika. Panji berjalan menuju teras rumahnya.
Panji menghirup udara diluar rumahnya dalam-dalam. Ponsel masih setia berada di telinga kanan Panji.
Setelah lama menghubungi, akhirnya telfon tersambung.
"IBY!" Panji langsung heboh meneriaki kawannya itu.
"By, gue lolos By! Gue lolos! Gue bisa kuliah di Bandung! Gue keterima di Psikologi! Gue seneng banget Woy!"
Panji mengernyitkan dahi, kenapa tak ada jawaban dari lelaki itu, harusnya dia juga bersorak gembira seperti dirinya.
"By, lo nangis?" kaget Panji baru menyadari.
"Yaelah, lo kenapa lagi? Jawab gitu kek gue ngomong!" kesal Panji.
"Panjii...." Suara itu langsung pecah di telinga Panji, entah apa lagi yang terjadi pada kawannya itu, sampai harus menangis lebay seperti tempo hari.
"Kenapa lagi lo!?" tanya Panji malas. "Lo ngerusak bahagia gue tau nggak?!" cibir Panji.
"Nji, gu... gue, gue itu Nji."
"Sejak kapan lo gagap?! Ini inu! Ngomong yang bener! Pernah SD kan lo!?"
"Gue ikut ujian SNMPTN Nji, bokap gue setuju gue kuliah di Bandung," ucap Iby dari sebrang sana, Panji sedikit terkejut mendengar fakta, bahwa Papa Iby mengizinkan anaknya untuk kuliah di Bandung. Panji juga terkejut karna Iby tampak tak bahagia dengan berita itu.
"Harusnya lo seneng kan?Apa jangan-jangan lo nggak diterima!?" tanya Panji heboh, dia baru sadar.
"Panji! Jahat bener mulut lo!" Iby makin terisak mendengar ucapan Panji.
"Dugaan gue bener ya?" ucapnya merasa bersalah.
"NGGAK! LO SALAH! GUE DITERIMA! HUAAAAA! GUE LEBIH SENENG DARIPADA LO!"
"Terus kenapa lo nangis?!" kesal Panji, tak mengerti lagi dengan sikap Iby.
"Lo nggak pernah dengar tangisan bahagia? Ya... inilah gue! Gue nangis karna bahagia!" balas Iby terdengar seperti menarik ingusnya dalam-dalam.
"Buang cendol lo! Jangan dimasukin lagi Juleha!" sahut Panji bergidik geli.
"Ah bodo! Yang penting gue bisa kuliah di Bandung! Lo bahagia dong!"
"Iya-iya. Gue bahagia! Sangat bahagia! Awas lo tiba-tiba nggak jadi kuliah! Gue pites kepala lo!"
"Nggak akan! Gue jamin gue sampai di Bandung dengan aman dan sentosa!"