Savira menatap heran pada benda-benda yang dibawa Davira.
"Lo ngapain bawa kertas banyak banget?" tanya Savira menaikan satu alisnya.
"Sekarang, lo tulis apa yang ingin lo sampaikan sama Kak Panji," suruh Davira menyodorkan bolpoin pada Savira.
"Jadi lo mau gue kirim surat gitu?"
"Menurut lo?" tanya Davira balik.
"Kenapa gue nggak ungkapin lewat telfon aja sih? Kirim surat udah jadul tau," cerca Savira.
"Heh! Justru itu, lo harus beda dari yang lain! Sekarang orang-orang pada nggak pakai kirim surat, mereka mudah ngucapin lewat twitter dan sebagainya. Karna perjuangan Kak Panji nggak semudah lo telfon dia, jadi lo harus kirim surat, lo tulis apapun yang ingin lo ungkapin," jelas Davira.
"Gue malu Dav."
"Apa? Malu lo bilang? Simpan tuh malu! Nyesel seumur hidup baru tau rasa lo!" pekik Davira.
"O... Oke. Tapi gue nggak bisa nulis dengan konsen kalau ada lo," jujur Savira.
"Ya ampun! Iya gue keluar nih!" Davira langsung beranjak dari kamar Savira tanpa pikir panjang. Yaa... mungkin Savira memang butuh kesendirian saat menuliskan kata untuk mengungkapkan perasaannya.
Setelah memastikan Davira sudah keluar dari kamarnya. Savira menatap fokus kertasnya, lalu mulai menulisakan kalimat-kalimat yang dia untai dengan tulus lewat perasannya.
Savira tersenyum sendiri melihat tulisannya. Apa ini terlalu berlebihan? Savira sedikit geli dan malu saat membacanya ulang. Apa ini terlalu alay kah?
"Maaf karna gue udah gengsi dengan perasaan gue selama ini, gue pun nggak paham sama perasaan gue sendiri," lirih Savira sambil menatap kertasnya lekat-lekat.
"Hayo! Senyum-senyum sendiri!"
Savira terkejut mendengar suara Davira yang tiba-tiba. Astaga... Bisa-bisanya Savira tidak sadar dengan kehadiran Davira di sampingnya.
"Se... Sejak kapan lo di sini? Bikin kaget aja," sebal Savira.
"Haha... Fokus banget nulisnya Mbak," ledek Davira.
"Untung adek."
"Emang kalau bukan kenapa?"
"Mau gue ulek mulut lo biar nggak ngeselin!"
"Udah selesai?" tanya Davira menatap sang Kakak tak menghiraukan ucapannya.
"Udah, terus mau dikirim sekarang?"
"Mau lo kapan? Tahun depan atau tahun lebaran haji?"
"Serius Dav!"
"Sekarang lah! Lebih cepat lebih baik!"
"Hmm... Oke."