Kini, rumah makan Padang menjadi tempat makan terfavorit bagi Panji dan Iby saat di Bandung. Tentunya hanya di rumah makan Padang milik ayah Kirai.
Iby memegangi perutnya, dia berasa ingin berojol saat ini. Panji hanya bisa bergidik melihat Iby, kawannya itu sudah habis 5 piring, entahlah, Panji yang melihat saja ingin muntah rasanya.
"Heh, jangan makan lagi, udah mau meledak tuh perut lo!" cibir Panji, dia sendiri sudah selesai dengan makannya.
Mereka menunggu Citra dan Kirai yang masih berada di samping rumah makan itu, lebih tepatnya di rumah Kirai.
Mereka berempat ingin jalan-jalan keliling Bandung bersama. Itu semua permintaan Iby, dia beralasan ingin lebih mengetahui isi Bandung dengan meminta Cirta dan Kirai untuk menemani. Panji yang dipaksa ikut pun mau tidak mau menyetujui keinginan Iby.
"Gue udah kapok kok, sakit banget perut gue, rasanya pengin lahiran sekarang," jawab Iby mulai ngaco.
"Gila ya! Kesambet kalau ada cewek yang mau sama lo!" cerca Panji.
"Enak aja! Kuliahin dulu tuh mulut lo!" sebal Iby.
"Aduh, ah, gue mau ke toilet!" Iby langsung berlari begitu saja meninggalkan Panji yang menatapnya dengan menggeleng.
"Nah, kan. Mules kan perut lo! Mampus!" gumam Panji bersorak dalam hati.
"Lho Kak Iby mana?"
Panji tersentak hingga menoleh ke arah sumber suara.
"Eh, itu... Iby ke toilet," jawab Panji. Citra dan Kirai sudah berada di hadapannya.
"Ya udah deh, tunggu aja dulu," ucap Kirai mengambil duduk di pojok, Citra yang tak punya pilihan lain terpaksa harus duduk di hadapan Panji, dari pada gadis itu duduk di sampingnya. Karna mereka berada di meja dengan empat kursi.
Panji jadi deg-degan. Berada di meja makan seorang diri dengan dua wanita sekaligus? Walaupun Panji biasa saja dengan Kirai, tapi paras gadis di hadapannya berhasil membuatnya gugup tak keruan.
"Kalian mau keliling mana?" tanya Kirai membuka suara.
"Emm... Gue ngikut aja, tanya deh sama Iby nanti," jawab Panji mengedikan bahu.
"Ke punclut mau nggak? Kayaknya ramai tuh," tawar Kirai.
"Punclut?" heran Panji, merasa lucu dengan nama itu.
"Bagus di sana kalau malam-malam begini," sahut Citra.
"Iya Nji, bagus parah, ramai juga, itu salah satu tempat favorit gue sama Citra," tambah Kirai dengan mata berbinar.
"Oh, ya? Terserah kalian aja, gue nggak tau sama sekali tempat paling bagus di Bandung, sejauh ini gue masih favoritkan tempat makan lo," jujur Panji pada Kirai.
"Haha... Bisa aja lo," tawa Kirai.
"Ahh... Legaaaa...."
Serempak Panji Citra dan Kirai menoleh, benar dugaan mereka, Iby sudah berdiri di hadapan ketiganya dengan senyum merekah.
"Cieeee... Nungguin ya?"
"Cintaku bukan di atas kertas... cintaku getaran yang sama... tak perlu dipaksa.... tak perlu dicari... kerna ku yakin ada jawabnya...." joget Iby sambil bersenandung.
Plakk!
Iby meringis kesakitan, Panji tiba-tiba memukul jidatnya tanpa belas kasihan.
"Durhaka lo sama gue!" sebal Iby memengangi jidatnya.
"Sudahi kegilaan lo!" geram Panji.