True Love

salisa
Chapter #38

Kegilaan Iby Menular

Hampir lima jam Iby menunggu kehadiran Panji, tapi lelaki itu belum juga balik ke apartemen. Iby sempat membereskan apartemennya saking lamanya lelaki itu datang.

"Tunggu gue jungkir balik kali ya baru dia dateng," sebal Iby mulai bosan menunggu. Iby juga sudah menelfonnya, tapi dengan tidak ada akhlaknya, ternyata Panji meninggalkan ponselnya di apartemen, jika begitu mana bisa Iby menghubunginya.

Iby melirik jam dinding, sudah menunjukkan pukul delapan malam, dari sore sampai sekarang lelaki itu belum datang juga, ke mana sebenarnya Panji. Apa dia tidak tahu menunggu itu adalah sesuatu yang menyebalkan?

"Apa jangan-jangan dia udah nggak tahan pengin ketemu Savira?" lirih Iby berlagak serius.

"APA DIA BALIK KE JAKARTA?" teriak Iby membelalakan kedua matanya.

"Assalamualaikum...."

"Pucuk dicintai ulam pun tiba! Masya Allah! Ke mana aja lo Kambing! Habis ternak Kambing lo?" ucap Iby menyambut kedatangan Panji.

"Kenapa lo? Kangen sama gue?" balas Panji datar. Lelaki itu menggantung jaketnya lalu berjalan menduduki sofa.

"Gue kira lo terbang ke Jakarta," terka Iby ikut duduk di samping Panji.

"Makin gila lo lama-lama," pekik Panji, memilih menyalakan televisi di depannya.

"Lo ke mana sih? Lama banget. Keliling Eropa?" tanya Iby penasaran.

"Keliling Thailand," balas Panji meladeni kegilaan Iby.

"Serius bocah! Mampus kena karma ikut gila kan, lo! Tinggal jawab ribet!"

"Mau tau aja apa banget?" lirik Panji sambil menaikan satu alisnya.

"Buruan! Gue sambelih juga muka lo!" sebal Iby.

"Hm. Gue habis jalan sama Citra," jawab Panji akhirnya mengalah.

"Hah? Nggak percaya gue, mana mau Citra jalan berdua sama cowok," ucap Iby memberi senyum meremehkan.

"Emang gue bilang jalan berdua?"

"Terus? Sama Kirai? Kok nggak ajak gue!" teriak Iby tak terima.

"Ck. Bisa nggak sih nggak pakai teriak segala?"

"Maap Nji...."

"Hm. Kita nggak sama Kirai," ungkap Panji.

"Hah? Jadi lo beneran berdua aja sama Citra? 5 jam lo ngapain aja, parah lo Nji," geleng Iby tak percaya.

"Kita bertiga, sama bokap Citra," jelas Panji tak ingin membuat Iby berpikir yang tidak-tidak, sekalipun kawannya itu hanya bercanda.

"Bokap Citra? Lo mau ngelamar Citra?" goda Iby mulai senyum-senyum tidak jelas.

"Haha... Nggak lah!" tawa Panji merasa lucu jika dia melamar Citra.

"Ngapain aja lo sama mereka, tiga jam anjir."

"Heh! Nggak boleh ngomong anjir," peringat Panji.

"Oh iya, maap lupa," cengir Iby. Semenjak Citra sering mendengar kata-kata yang menurutnya kurang baik dari ucapan Panji dan Iby. Gadis itu sering menegur mereka. Ia hanya sekedar mengingatkan, tidak memaksa Panji dan Iby untuk menurutinya.

"Gue cuma tanya-tanya sedikit tentang agama islam sama bokapnya, ternyata beliau ustadz di Bandung, gue baru tau."

"Oh, ya? Kok lo bisa ketemu bokapnya? Sebenarnya tujuan lo ke mana sih tadi?"

"Kan, gue tadi mau ke bank Iby... ambil duit dari bokap. Terus gue malah ketemu sama Citra dan bokapnya," jelas Panji mengingatkan.

"Oh iya, gue lupa. Mana duit lo? Sini minta," ucap Iby mengulurkan tangannya.

"Lo pikir gue bank lo apa!"

Lihat selengkapnya