Setelah sampai di Bandara, Panji langsung bergegas mencari kendaraan apapun yang bisa mengantarkannya ke rumah Savira. Ya... Panji tidak tanggung-tanggung, lelaki itu berniat langsung ke rumah Savira. Toh juga rumah Panji tak jauh dari rumah gadis itu.
Panji langsung bergegas meninggalkan Bandara saat sudah menemukan taxi. Mengarahkan supir itu ke jalan menuju rumah Savira.
*****
Panji terdiam cukup lama di depan rumah Savira. Kenapa rumah di hadapannya ini tampak tak berpenghuni. Keadaannya pun sangat tak terurus. Panji jadi berpikir yang tidak-tidak.
"Savira pindah rumah?" lirihnya baru menyadari keberadaan papan yang bertulisan rumah ini dijual, Panji berbalik dari rumah Savira. Kenapa rumahnya dijual? Ke mana mereka? Ke mana Savira pergi?
Panji menoleh saat pundaknya merasa ditepuk oleh seseorang. "Mas cari siapa ya?" tanya seorang Bapak.
"Oh, maaf Pak, ini rumahnya dijual?" tanya Panji, ia merasa asing melihat Bapak tersebut. Karna Panji mengenal siapapun yang tinggal di dekat rumah Savira, tapi Panji sangat tak mengenal Bapak itu. Mungkin memang banyak yang berubah setelah dia menetap di Bandung kurang lebih selama 4 tahun.
"Iya Mas, ini udah lama dijual," jawab Bapak itu.
"Kalau boleh tau, kenapa dijual ya Pak? Terus penghuni rumah ini pindah ke mana?" Panji berharap dia mendapatkan info dari Bapak itu tentang keberadaan Savira.
"Dijual sama adik yang punya rumah Mas, yang punya rumah udah nggak ada."
Panji belum bisa mengerti ucapan Bapak itu. Pikirannya sangat kacau.
"Ma... Maksudnya Pak?"
"Rumah ini dijual, karna penghuninya udah nggak ada, satu keluarga rumah ini kecelakaan 4 tahun lalu, rumah ini dijual sama adik yang punya rumah, tapi belum ada yang beli, makanya nggak keurus Mas."
Panji tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya mendadak bergetar, rasanya dia ingin mati saat itu juga. Panji benar-benar hilang kesadaran. Apa maksud Bapak itu? Satu keluarga kecelakaan? Om Randy? Tante Ranty? Davira? Dan tentu....
"Makasih Pak, infonya."
Panji langsung bergegas pergi, hatinya sangat hancur sekali. Tak ada lagi yang bisa dia harapkan, apa ini alasan sang Bunda menyembunyikan itu. Panji jamin dia tidak akan melanjutkan kuliahnya waktu itu karna terlanjur gila dengan kematian Savira.
Panji berjalan lemas, tak menggunakan apa-apa. Dia hanya berjalan kaki ke rumahnya. Mungkin setengah jam akan sampai.
"Kenapa lo pergi secepat ini Vir...."
Panji jelas tak mampu membendung tangisnya, Panji bersumpah tidak akan jatuh cinta pada gadis manapun. Dengar itu.
Panji benar-benar bahagia saat mengetahui Savira telah membalas perasaannya. Tapi kenapa harus begini jadinya?
Walaupun mereka tak bisa bersatu, Panji akan tetap mencintai gadis itu. Hanya gadis itu, hanya Savira.
*****
Panji sangat lelah sekali, dia pikir dia akan kuat berjalan kaki ke rumahnya. Rasanya tak kuat lagi dia melangkah, apa mungkin karna dia terlalu syok sampai tak bertenaga, karna biasanya Panji sering berjalan kaki saja dari rumah Savira.