Savira beranjak dari kasurnya, ia melihat Panji sudah tidak ada di sampingnya. Apa dia sudah berangkat kerja?
Savira keluar kamar, dia mencium aroma yang tak asing, Savira segera pergi ke dapur.
"Panji?" kaget Savira, melihat suaminya sedang masak di sana.
"Pagi Sayang," sapa Panji.
"Kenapa nggak bangunin gue?" sebal Savira.
"Makanya jangan tidur lagi habis shubuh," cibir Panji.
"Kayak lo nggak pernah aja!"
"Iya, kan waktu itu ngantuk banget, Sayang...."
"Gue kira lo juga tidur, tadi lo ikut tidur kan di samping gue habis solat shubuh?" terka Savira mengingat-ngingat.
"Itu gue cuma pengin peluk lo doang," jawab Panji.
"Dasar! Sini biar gue aja," kata Savira mendekati Panji.
"Nggak usah, ini spagheti doang kok, sana mandi," suruh Panji.
"Hm. Emang bisa masak?"
"Bisa kalau spagheti doang."
"Nggak berangkat kerja?"
"Libur, gue izin sama papa, pengin berduan sama lo," goda Panji tersenyum hangat pada Savira.
"Serius libur?" tanya Savira tak percaya.
"Iya, kenapa? Senang?"
"Iya," jujur Savira. Mengangguk seperti anak kecil.
Panji tersenyum lebar, senang mendengar pengakuan itu dari Savira. "Sana mandi."
"Iya, gue mandi dulu, bye."
*****
Panji mendekati Savira yang baru keluar dari kamar.
"Ayo makan," ajak Panji memeluk Savira dari belakang.
"Udah selesai?" tanya Savira menoleh ke belakang, menghadap lelakinya.
"Udah," jawab Panji mengecup leher Savira sekilas.
"Geli!" Savira langsung melepas pelukan Panji dan segera pergi ke meja makan.
Panji senyum-senyum sendiri, tak menyangka dia bisa melakukan itu pada Savira. Pada sahabatnya, yang kini menjadi kekasihnya.
Panji segera pergi ke meja makan menyusul Savira.
*****
"Enak," ucap Savira mengunyah spagheti di mulutnya.
"Jelaslah enak," sahut Panji mengambil duduk di sebelah Savira.
"Kenapa nggak duduk di depan gue?" tanya Savira menghadap Panji.
"Terlalu jauh sama lo," jawab Panji mengedipkan matanya.
"Hm. Ya, ya," serah Savira berlagak tak perduli. Padahal sangat jelas pipinya sudah merah merona.