TRUE SEEKER: The Legacy #1

Megative
Chapter #3

SsoM | Bab 1.1

LOGIKA SI YATIM PIATU. [a]

Udara di Negeri Manesia ini terasa seperti adonan baterai berkarat yang terkukus radiasi. Bau busuk yang menetap di udara adalah perpaduan gas buangan, puing basah, dan sampah yang tidak pernah terurai. Kalz merasakan mual, bukan karena sedang sakit, melainkan karena kemuakkannya pada logika ironi di sekitarnya, ketidakmampuan realitas untuk menyingkirkan aroma tidak sedap itu sehari saja dalam hidupnya. Gelang yang terlihat seperti terbuat dari batu kuno yang pekat di pergelangan tangannya berdenyut dengan ritme rendah, namun konstan. Gelang itu dapat berinteraksi di benaknya, kilasan data yang memuakkan: Probabilitas bau gas flatus hari ini adalah 99.9%. Realita tidak dapat menyingkirkannya, dan itu menjengkelkan. 

Ia berjongkok di balik salah satu tembok robohan beton khas kampung halamannya itu. Ini adalah tempat favoritnya untuk bersembunyi dari jilatan matahari, dekat sisa-sisa mobil yang sudah lama menjadi kuburan pembuangan tua. Ia bersantai sejenak, perutnya kosong, sambil menghitung ronsokan-ronsokan di lapangan pembuangan di belakang pasar. 

Probabilitas kelaparan adalah 85%. Probabilitas ketidakpastian adalah 99%. Probabilitas radiasi adalah 98%.

Hembusan angin debu berpasir beterbangan di lapangan, menempel di jaket kulit lusuhnya sebagai parfum alami dan melapisi tumpukan puing-puing pasar Manesia. Cuaca hari terasa berat dan mengkhawatirkan. Gelang yang selalu ia pakai selama hidupnya itu, bukanlah perhiasan, melainkan penjara kuantum. Ia tidak terlalu ingat mengapa gelang itu bisa dimilikinya, sifatnya yang acuh tak acuh menganggap benda itu sebatas jimat yang ditinggalkan orang tuanya saat mereka membuangnya sewaktu kecil. Selama 21 tahun hidupnya di buma, ia sudah mencoba melupakan kesedihan itu, sudah tidak menyalahkan mereka, tapi juga tidak memaafkannya.

Sialan,” pikir Kalz. “Hari-hari kegiatan utama hanya untuk sepotong karbohidrat yang mengering, padahal hari ini seharusnya aku sudah mendapatkan solusi logis yang lebih baik.”

Tujuannya bukan untuk kabur dari drone anomali yang sering berpatroli, melainkan untuk mendapatkan probabilitas roti tawar tertinggi di zona 4 pasar. Dan Kalz telah menghitung jalur optimalnya: 60%. Sebuah risiko yang dapat diterima pikirnya, walau tidak ideal. Di atas Manesia, drone ramping berpatroli, mencari individu yang secara statistik sangat disayangkan jika makhluk anomali dibiarkan bebas.

Inilah logika ironi yang ia benci: masyarakat dipaksa bertahan hidup secara acak, sementara robot menggeneralisasikan logika keteraturan yang memuakkannya. Apatisnya itu satu-satunya pelindung. Jika kau tidak peduli pada hasil, maka probabilitas kegagalanmu tidak lagi penting.

"Oi roti," gerutu Kalz, menirukan percakapan dengan benda mati. 

“Seandainya saja aku masih memiliki tenaga sekitar 2% saja sekarang, aku tidak akan terlihat bodoh seperti ini. Aku pasti bisa menemukanmu walaupun kau bersembunyi dibalik salah satu ban mobil-mobil berkarat itu.”

Karena sibuk menggerutu, ia tanpa sadar terus-menerus mencari sampai ke tengah-tengah luas lapangan pasar. Tiba-tiba, suara yang berisik dan seringai yang terlalu lebar membelah keheningan yang penuh radiasi.

“Sialan, bung apatis. Kau tampak seperti siap mati hari ini ya.”

Elion, dengan jaket kanvas kusam yang kebesaran, muncul dari balik tumpukan puing. Senyumannya selalu terasa seperti menyimpan pedih dalam trauma.

Di belakangnya, Mia menyimaknya, matanya bergerak-gerak seperti radar yang gelisah.

Lihat selengkapnya