Suatu hari (lupa hari dan tanggalnya), menjelang akhir bulan Maret 1994.
Usai dari rumah teman menjelang sore, saya mendapat pesan dari ibu di rumah bahwa ada teman sekolah tadi siang menelepon untuk bertemu di sekolah sore ini. Katanya penting.
Sudah tahu siapa yang menelepon, maka tak lama saya pun bersiap ke almamater saya, SMA Negeri 4, Padang. Sekolah ini terletak tidak jauh dari pinggir sungai. Kami para pelajar ketika itu menjuluki sungai itu sungai ‘babylon’.
Dengan motor bebek ber-cc 85, saya meluncur menuju sekolah. Berjarak sekitar ± 5 km dari rumah. Dalam perjalanan, saya pun berpikir kira-kira gerangan apa yang akan diceritakan teman tersebut.
Sebelum sampai ke sekolah, saya singgah dulu sebentar ke rumah teman lain. Menanyakan soal-soal ujian lama untuk persiapan Ebtanas (evaluasi belajar tahap akhir nasional).
Bagi kaum milenial sekarang ini yang belum tahu tentang Ebtanas, itu sama dengan ujian akhir nasional (UAN) sebagai salah satu syarat kelulusan siswa waktu dulu.
Sampai di rumah teman, yang dicari pun tidak di rumah pula. Lalu titip pesan ke orang tuanya agar besok membawa soal-soal ujian tersebut ke sekolah. Teman saya ini punya tas karel (carrier) juga. Tas tersebut selanjutnya dipinjam untuk misi Telaga Pelangi nanti.
Tak berlama-lama di rumah teman, setelah pamit motor pun langsung menuju arah sekolah. Yang tidak jauh lagi jaraknya.
Sesampainya, suasana sekolah di sore itu mulai sepi karena baru saja usai belajar- mengajar. Masih terasa bau dari pengolahan karet yang terletak di seberang sungai.
Di saat jam tertentu, bau olahan karet itu bisa mengarungi ruang-ruang lokal sekolah. Melambai-lambai ke hidung kami ketika belajar. Namun karena sudah terbiasa, ya diterima saja dengan lapang jiwa.
Terlihat teman yang menelpon tadi siang sudah menunggu. Ia sedang berbincang-bincang dengan penjaga sekolah di pojok halaman. Melihat kedatangan saya di depan gerbang sekolah, dia menyahut,
“Oii Gor…”, seru dia dari kejauhan nampak semangat.
(Ini nama ‘beken’ saya oleh teman-teman Sispala).
Motor saya letakan di parkiran sekolah. Di dekat teras kantor sekolah, si teman duduk menunggu. Saya bergegas kesana. Perlahan lembayung senja mulai menampakkan wujudnya. Tapi cukup cerah ketika itu.
Sang penjaga sekolah pamit pergi. Lalu, saya duduk dekatnya. Teman ini yang juga sebagai ketua Sispala kami (Sispala Cougar) mulai bercerita. Dan ia menyinggung soal Telaga Pelangi. Saya sedikit heran dengan yang barusan disampaikannya.
Sebelum sampai tentang cerita Telaga itu, ia menceritakan lagi, bahwa awalnya ada beberapa anak pramuka sekolah yang kesurupan saat kemping di daerah Kiambang (Kab. Padang Pariaman).
Termasuk anak pramuka sekolah kita. Peristiwa ini terjadi sebelum memasuki bulan puasa (awal Februari 1994).
Kiambang ini terkenal dengan jalan penurunannya yang terletak antara jalan raya Padang – Pariaman. Di bawahnya dekat penurunan terbentang area persawahan. Sangat indah dilihat dari atas. Tak jauh dari situ ada sungai yang mengalir.