Tanggapan Seseorang.
Lusanya, Jumat menjelang sore saya mendapat kabar cerita bahwa misi kami ke Telaga Pelangi sudah mulai ada yang tahu. Memang belum tersebar banyak. Ini disampaikan oleh teman saya Lita lewat telepon.
Dan dia minta berjumpa di tempat biasa. Lalu, saya minta waktu untuk menunggu dulu. Karena motor masih belum selesai dicuci. Setelah selesai di telpon, saya mencoba menghubungi Raju lewat telpon pula.
Beruntung dia ada di rumah. Lalu saya ceritakan hal yang barusan. Raju pun sedikit heran. Ia sama sekali tidak pernah ada menceritakan kepada siapa pun. Kemudian, dia meminta besok saja bahasnya di sekolah. Ada juga yang perlu disampaikannya. Disamping itu, dia mau pergi less sebentar lagi.
Singkatnya setelah selesai mencuci motor, saya langsung bergerak menuju lokasi yang telah dijanjikan Lita. Terlihat dia menunggu bersama seorang perempuan berjilbab. Anggun kesan penampilannya.
Usianya lebih dewasa dari kami. Mungkin sekitar 25 tahun. Lalu diperkenalkan, yang rupanya masih ada hubungan famili jauh.
Lita menyampaikan, bahwa familinya ini sedikit banyaknya paham juga soal hal yang bersifat ‘ghaib’. Ia sengaja menghubunginya untuk bisa pula memberi pandangan.
Mengenai kenapa ada teman-teman kita yang tahu, dia pun juga tidak tahu sama sekali. Ia tahunya saat kemaren berjumpa dengan teman sesama pendaki di simpang tiga mau ke rumahnya. Mereka menanyakan itu kepada Lita.
Lalu, ia pura-pura kaget. Disampaikan, yang Lita tahu dia pergi mendaki dengan kawan sekolahnya ke Marapi. Itu saja. Dan teman-teman itu mengangguk saja. Tapi tetap terlihat kesan belum percaya.
Kemudian, Lita mencoba menanggapi, kalau itu benar dari mana mereka itu tahu. Si teman itu bilang, dapat kabarnya dari yang lain. Tanpa menyebutkan siapa orangnya.
“Agak lama juga kami membahas soal itu. Sampai rencananya mereka mau ke rumahmu, Gor”, tutur Lita menerangkannya. Terlihat dia masih nampak mempertahankan pesan saya.
Perempuan jilbab itu menyimak saja cerita ini. Sekali-kali saya perhatikan dia. Dari mimik mukanya yang dipoles bedak tipis terlihat serius mendengarnya. Sekali-kali pandangan kami beradu. Lembut terlihat matanya. Dan ada tahi lalat kecil di dagunya.
“Ooh…, gitu rupanya”, sahut saya kemudian.
“Ya sudah. Kalau itu memang sudah ada yang tahu. Mungkin tak lama lagi akan tersebar. Mirip cerita tentang Telaga Pelangi yang awalnya kan dari penduduk setempat. Lalu, tersebar begitu saja”, saya menegaskan untuk tidak mempersoalkan lagi. Meski ada sedikit kecewa.
Kemudian saya diminta Lita menceritakan kembali kenapa kami bisa kesana, walaupun gagal akhirnya. Lalu, saya menceritakan awal mulanya. Sampai dengan kesepakatan berempat dan membuat janji. Namun ada yang mundur. Kemudian, kami berdua nekat pergi menembusnya. Yang berakhir dengan kegagalan.
Perempuan jilbab itu terlihat takjub dan terkesima pula mendengarnya.
“Gimana Ni May?”, Lita minta tanggapan setelah saya selesai bercerita. Perempuan jilbab yang bernama Uni May ini membetulkan kembali posisi duduknya. Ia rupanya masih lajang alias belum menikah.
“Ya, Uni takjub juga dan salut dengan keberanian kalian”, ujar Ni May membuka pembicaraannya.
Uni ini juga menanyakan kembali saat menembus itu dan tidak menemukan jalan kelanjutannya. Disini ia menanggapi bahwa itu memang ditutup jalannya oleh sang Kakek.
“Jalur masuknya itu mungkin saat kalian memutar lagi dan menemukan jalan kecil disela-sela semak”, tuturnya mencoba menerawang.
“Yang menariknya saat ada suara guruh itu disaat kalian sedang berdiri. Mungkin disitulah pintu masuknya ditutup”, analisa penjelasannya terkesan meyakinkan.
Lalu, Uni May ini bergeser ceritanya sedikit tentang datuknya dulu yang tinggal di kaki Gunung Singgalang.
Bahwa datuknya dulu pernah tersasar di lereng Gunung Singgalang. Saat itu datuknya pergi bertiga mencari kayu dan burung. Saat kembali mereka tidak menemukan jalan pulang. Hanya berputar-putar saja.
Merasa ada hal yang aneh, datuknya yang ketika itu masih lajang mengajak kawan-kawannya untuk melepaskan burung yang telah didapatkan. Untuk kayu dahan dan ranting tetap di bawa saja.
Alhasil, tak lama jalan pulang ditemukan. Setelah sebelumnya terdengar bunyi guruh. Padahal saat itu tidak ada hujan. Hanya awan dan kabut biasa saja.