💐
"Loh kok? Kalian pada ngapain disini?"
Hana terkejut melihat teman-temanya juga disana. Bahkan Jina juga duduk santai dimeja Guru.
"Aku minta kunci cadangan demi kamu, sekarang cepet tukar!" titah Dilan memperlihatkan lembaran kertas itu.
Hana menggeleng dan melipat tangannya.
"Nggak mau!"
Gadis itu berjalan kearah pintu dan ingin kabur saja, namun Jeno menghalanginya.
Hana menatap tajam lelaki yang tengah menyeringai itu.
'Sial, disaat genting kayak gini hati aku masih aja berdebar,' umpat Hana dalam hati.
Sorot matanya menatap Jeno tajam, namun jantung masih saja berdebar kencang.
"Jen, mundur deh. Kamu tau kan aku punya sabuk Hitam Taekwondo."
Jeno hanya mengangguk, focus pada gerak-gerik Hana yang sepertinya akan melempar Jeno dengan pukulan Judonya.
"Kamu benar-benar nggak mau?"
Jeno masih tetap pada posisinya.
"Jangan berbelit-belit deh kalian, sini biar aku yang tukar!"
Arjun mengambil kertas itu dan mengeluarkan pulpennya.
"Tidaaaaaak!!"
Hana berbalik badan dan merebut kertas itu dari tangan Arjun, lalu kabur saat Jeno lengah.
“Tuh kan, dibilangin juga apa, Hana itu keras kepala.”
Chandra meninggalkan mereka disana diikuti Jina dan Dilan juga.
Yah, Dilan mulai mengikuti Jina yang memang sudah sejak tadi ingin pulang, sayangnya teman-temanya menahan Jina karna ingin menghentikan Hana.
Langkah kaki Jina mulai berjalan menapaki koridor sekolah, Sinar mentari sore memperlihatkan seseorang berjalan dibelakangnya.
Dia tinggi, kurus, dengan rambut yang diangkat keatas. Jina tau siapa dia, tangannya mengeratkan pegangan pada ransel dan mempercepat langkahnya menuju Halte.
“Liat tuh…. si Dilan sama Jina main jalan-jalanan.”
“Jalan-jalanan?”
“Iya, liat tuh si Dilan ngejar Jina, tapi gak lari.”
Chandra masih memperhatikan keduanya
“Trus?” Tanya Arjun yang tidak peka.
“Ya…. namanya jalan-jalanan, kalau mereka lari namanya kejar-kejaran.”
Chandra memperlihatkan tampang tidak bersalahnya dan siap menunggu respon dari Arjun.
“Mending gak usah ngomong, gatal tangan gue pengen nabok lo.”
Arjun meninggalkan Chandra yang masih memandang mereka dari lantai dua, namun ada sesuatu yang membuat perhatianya teralihkan.
Jeno juga berlari dengan sangat cepat dari gedung belajar, bahkan tasnya belum melekat sempurna di punggunggunya.
“Nah….. kalo yang ini baru kejar-kejaran, ngejar Hana tu pasti,” Celotehnya, lalu mengejar Arjun yang sudah terlihat dihalaman sekolah.
💐
Setelah berusaha kabur dari Dreamie, Hana berhasil tiba dirumah Bersama kertas itu dengan selamat.
Namun siapa sangka, saat Hana baru saja tiba dirumahnya, Jeno sudah menunggunya dimeja makan.
“Haeh?”
Kening gadis itu berkerut melihat siapa yang duduk dimeja makan.
Sang ibu tersenyum melihat kedatangan anaknya dan menyuruh Gadis itu bergabung Bersama mereka.
"Kok kamu datang duluan?"
Hana masih memandang heran Jeno yang tengah menikmati makan siangnya.
"Aku kan Jeno."
Hana berdelik dan mulai menyantap makanannya.
'karna kamu Jeno, aku nggak bisa milikin kamu,' batinnya.
Hana mulai mengambil makananya dan menikmati masakan sang ibu, selama acara makan siang mereka, Jeno tidak menyinggung lagi masalah kuliah. Laki-laki itu malah sibuk bercerita dengan sang ibu.
Keluarga keduanya memang sangat dekat, dan rumah Jeno berada tidak jauh dari rumah Hana.
.
.
Keduanya pun selesai makan siang, dan Jeno kembali melancarkan agresinya, memaksa Gadis itu menukar pilihan dikolom terakhirnya menjadi Reguler University.
Namun jawaban Hana tetap sama, gadis itu menggeleng mengatakan tidak.