Saat ini Ava tengah duduk di kursi yang disediakan di depan salah satu supermarket terbesar di kota ini.
Penampilan Ava saat ini kacau. Rambutnya yang berantakan, baju yang tersobek sedikit di bagian yang dekat dengan pinggangnya, serta sepatu putihnya yang sudah kumal karena ia harus melewati beberapa kubangan saat melarikan diri sampai ke supermarket ini dan tak lupa pula dengan lehernya yang berwarna kemerahan.
Cekikan pria itu sangat kuat, sehingga dia masih dapat merasakan sakitnya dan masih terbayang di benaknya kejadian yang ia pikir ia akan mati saat itu juga. Di tangan pria itu.
Pria itu benar-benar gila! Bahkan Ava masih mengingat saat ia menendang selangkangan pria itu. Memang, memang dia melepaskan cekikannya. Namun tak lama setelah itu, Ava melihat ia menyeringai lebih lebar saat ia sedang melarikan diri.
Jantungnya tambah berdegup kencang, Ava benar-benar sangat ketakutan jika mengingatnya lagi. Barang-barang miliknya dan milik Caitlyn ia jatuhkan sebelum melarikan diri tadi. Ia sudah tak memikirkan itu, melainkan ia sekarang berpikir tentang pria yang ingin membunuhnya dan, hanya Tuhan yang tahu, apa yang dia lakukan pada Caitlyn tadi sehingga sahabatnya itu tega meninggalkannya.
Mengapa? Mengapa ia terlihat sangat ingin membunuh ku tadi? Apa karena aku menabraknya pagi tadi? Tapi itu kan tidak sengaja. Atau karena ia ditarik oleh Caitlyn saat di cafe?, Pikir Ava yang kemudian tidak berselang lama air matanya mulai menetes.
Ia ingin menelepon Caitlyn menanyakan apa yang terjadi padanya, namun handphonenya dan handphone milik Caitlyn telah ia tinggalkan tadi bersama barang-barangnya yang lain. Ava yakin, Caitlyn tidak mungkin dengan sengaja meninggalkannya. Ava takut Caitlyn terluka. Bagaimana kalau pria itu melakukan hal yang serupa pada Caitlyn?
Ava akan sangat merasa bersalah kalau terjadi sesuatu pada sahabatnya itu.
"Hei. Kau kenapa, Nona? Mengapa wajah mu sangat pucat?" Tiba-tiba seorang wanita yang Ava perkirakan adalah salah satu pekerja dari supermarket itu, karena wanita itu memakai pakaian seragam pegawai, pun menghampirinya,
"Ah, aku tidak apa. Maafkan aku, aku akan segera pergi," Ucap Ava yang saat ini duduk di depan kursi disediakan di depan supermarket itu.
"Tidak perlu terburu-buru, Nona. Saya tidak bermaksud ingin mengusir mu. Maafkan saya jika perkataan saya menyindir mu," Ucap wanita itu dengan penuh rasa bersalah.
"Ah tidak, aku ingin pulang tetapi aku tidak terlalu mengetahui jalanan ini. Uang ku pun tidak ada, seseorang ingin membunuh ku, jadi, ketika aku melarikan diri, aku membuang tas ku," Ava pun bercerita dengan wajah yang tambah pucat pasi mengingat kejadian yang baru saja hampir menggerogoti nyawanya.
Ava melihat wanita itu memandangnya dengan rasa prihatin namun, Ava juga merasa ia juga merasa curiga ke Ava.
"Ah maafkan saya, saya hanya ingin pulang. Saya takut di sini," Ucap Ava sedih, "Siapa nama mu? Nama saya Carol, Carolina Herrera," Ucap wanita itu yang terlihat mencoba menghilangkan rasa curiganya
"Saya Ava, Ava Carson. Saya mahasiswi di kampus Eagle University. Tempat tinggal saya di apartemen Candola. Saya tidak memiliki keluarga disini, keluarga saya semuanya ada di Orlando," Ucap Ava menjelaskan keadaannya di kota ini.
"Baiklah, Ava. Karena aku mengetahui di mana letak apartemen mu itu, maka, aku akan mengantar mu ke tempat tunggu bus terdekat dari sini dan akan ku beritahu arahnya," Ujar Carol dengan senyum yang menurut Ava sangat manis.