“Morning, Honey.” Dhody mengusap keningnya Josephine dengan ibu jarinya. Ia bangun lebih awal daripada Josephine. Ketika Ia melihat Josephine mulai terbangun dari tidurnya, Ia langsung sigap meletakkan tangan kanannya di wajah Josephine. Dimata Dhody, wajah Josephine ketika Ia terbangun dari tidurnya adalah wajah tercantiknya. Ia bisa melihat wajah Josephine sebelum terkena riasan wajah. Bibirnya yang merah muda pudar, matanya yang masih belum terbuka penuh, dan rambut panjangnya yang terurai berantakan, seakan menyempurnakan pagi harinya.
Tak lama kemudian, Josephine langsung membalikkan badan, tanda Ia belum ingin beranjak dari tempat tidurnya. Josephine tahu, jika Ia bangun sekarang, waktu akan terasa lama sebelum Dhody berangkat. Jadi, Ia ingin bangun lebih telat lagi, tidur lebih lama lagi, agar Ia menghabiskan waktu di pagi hari bersama Dhody lebih sedikit. Ia dengan sangat sengaja memunggungi Dhody di belakangnya.
Dhody pun tak tinggal diam. Ia langsung mendekatkan dirinya ke Josephine. Memberikan pelukan sayang kepada Josephine di pagi hari sebagai bentuk rasa sayangnya ke Josephine yang tidak akan hilang hingga akhir hayatnya. Pelukan hangat yang Josephine dapatkan dari belakang tubuhnya, tersinari matahari pagi yang masuk melalui jendela kamar mereka dan beberapa lubang ventilasi udara.
Pada akhirnya, Josephine menyerah. Mengurungkan niatnya untuk tidur lebih lama. Ia memutuskan untuk bangun dari tempat tidurnya. Melepaskan dirinya dari pelukan yang diberikan oleh pacarnya di pagi hari tersebut. Membiarkan sinar matahari masuk dan menyinari pacarnya yang akan pergi dinas dan meninggalkan dirinya.
Dengan piyama tidurnya, Josephine pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Segelas air minum yang bisa juga Ia gunakan untuk menyiram wajahnya Dhody sebagai bentuk amarahnya. Tetapi, tidak Ia lakukan. Tentu saja. Meski dilakukan pun, Dhody akan tetap pergi ke Singapura. Meninggalkan dirinya dalam keadaan bahaya. Dikeluarkannya botol kaca bening bekas sirup dari kulkas, Ia tuangkan air tersebut ke gelas mug putih bergambar kepala super-hero Iron Man. Ia minum langsung secara perlahan ketika gelasnya telah terpenuhi air tersebut.
Ia teringat obrolannya dengan Dhody pada malam hari kemarin setelah mereka beradu argumen tersebut. Dhody bilang ke dirinya kalau jam dua belas Ia sudah harus berada dibandara karena pesawat akan lepas landas jam satu kurang. Sedangkan sekarang sudah jam delapan. Ia harus menghabiskan waktu bersama Dhody selama 4 jam lamanya sebelum Dhody pergi.
“Keparat.” Josephine pun mengumpat dalam hatinya karena kesal.
Dhody muncul dari tangga yang mengarah langsung ke kamar mereka di lantai dua. masih tanpa busana. Hanya celana pendek yang Ia gunakan untuk tidur. Menampakkan tubuh indahnya yang dipenuhi otot-otot hasil fitnes dia selama satu tahun. Dhody dengan bangga membiarkan tubuhnya terbuka dan memperlihatkannya ke Josephine. Berharap mendapatkan perlakuan manis sebelum Ia pergi.
Ting-tong. Suara bel rumah mereka tiba-tiba berbunyi. Ada seseorang yang memencetnya. Dhody dan Josephine bertatap-tatapan heran ada yang bertamu ke rumah mereka sepagi ini. Mereka berdua memberikan sinyal kepada satu sama lain untuk melihat siapa yang bertamu di pagi hari mereka. Tetapi, baik Josephine - yang menerima sinyal Dhody - ataupun Dhody - yang menerima sinyal Josephine, tidak ada yang melakukannya. Pada akhirnya, Josephine yang harus membuka pintu rumahnya. Ia memutar bola matanya ke arah kanan tepat setelah Ia sadar Dhody tidak mengindahkan sinyal perintah yang Ia berikan. Ia letakkan dengan gelasnya diatas meja dapur mereka dengan kasar. Air yang masih tersisa di gelas tersebut, melompat ke atas keluar dari gelas tersebut dan membasahi meja tersebut. Seakan-akan menyuruh Dhody dengan kasar untuk membersihkan air tersebut.
Josephine pun berjalan menuju pintu rumahnya. Membuka pintu tersebut hingga muat untuk mengeluarkan separuh tubuhnya bagian atas - dari kepala hingga pinggang Ia keluarkan dengan posisi tubuhnya yang condong kedepan - dan melihat siapa yang bertamu di pagi hari dan hanya akan menambah menjadi perusak rutinitas pagi mereka berdua.
“Madam?” Terlihat, Madam Fahra dengan pakaian luar yang berwarna putih dengan kacamata hitam yang sangat mencolok untuk digunakan di pagi hari ataupun di waktu yang lain. Kacamata itu benar-benar tidak cocok untuk digunakan di dalam wilayah perumahan Josephine tinggal.
“Oh, akhirnya. Hallo.” Madam Fahra yang menyibukkan dirinya dengan ponsel selagi Ia menunggu Josephine ataupun Dhody membukakan pintu untuk dirinya, menengok ke arah Josephine berada dan langsung melambaikan tangan.
“Ada apa ya, Madam?” Josephine enggan untuk membukakan pintu.
“Bisa saya masuk dulu?” Tanpa basa-basi, Madam Fahra langsung meminta Josephine untuk membukakan pintunya terlebih dahulu.
“Wait.” Josephine dengan perasaan kesal didalam hatinya, mengambil kunci gerbang depan rumah yang disatukan dengan pintu utama rumah mereka, dan pergi menuju gerbang rumahnya dan membukakan gerbang untuk Madam Fahra.
“Good,” Madam Fahra masuk. “We need to talk! I have good news.”
“Tentang?”
“Tentang pemain lain.” Madam Fahra telah menemukan pemain lain.