Ledakan terjadi. Api keluar dari dalam gedung melalui jendela. Kaca jendela pecah dan pecahannya menghujami tepat di depan lahan parkir mereka. Beruntung lahan parkir rumah sakit tersebut memiliki jarak yang cukup untuk menjauhkan mereka dari pecahan tersebut. Dari posisi mereka berdua, terlihat ledakan terjadi di lantai empat. Itu merupakan lantai paling atas di rumah sakit tersebut.
“Keluar! Cepat keluar!” Josephine mulai panik. Ia ingin pergi keluar mobil untuk mencari tempat yang lebih aman.
“Kau benar.”
Mereka berdua membuka pintu mobil hampir di waktu yang bersamaan. Meski tidak tahu harus pergi kemana, mereka tetap keluar untuk menjauh.
“Tunggu dulu!” Tiba-tiba ada pria muncul di hadapan mereka.
Josephine dan Madam Fahra terkejut. Mereka menatap satu sama lain sejenak, lalu kembali menatap pria tersebut.
“Kalian tidak perlu panik.” Pria tersebut melanjutkan bicaranya. Pria dengan tinggi sekitar seratus tujuh tujuh tersebut muncul di hadapan mereka dengan setelan jas putih dan celana putih. Hanya dasi kupu-kupu dan sepatu pria tersebut yang berwarna hitam.
“Siapa kau? Apa maumu?” Dengan perasaan waspadanya, Ia menanyakan siapa pria tersebut. Madam Fahra bersiap mengambil pistol dari tas kecilnya.
“Wow, easy. Kau tidak perlu mengeluarkan ‘itu’ dari dalam tas mu,” Pria tersebut mengetahui apa yang sedang Madam Fahra pegang di dalam tasnya. Tangan kiri madam sedang berada di dalam tas mungilnya, menggenggam pistol dan siap dikeluarkan. “Ledakannya sudah berhenti. Dan Aku tidak akan menyakiti kalian.”
“Lalu apa maumu?” Madam Fahra mengeluarkan pistol dari tasnya. Ia genggam pistol tersebut dengan tangan kirinya dan mengarahkannya ke arah pria tersebut berada.”