Tsurat Abadi

Harjo S. Royani
Chapter #31

TIGA PULUH

… beberapa saat sebelumnya… 

“... Kini, polisi sedang mengusut siapa dalang dibalik permainan ini.” Aldo menonton televisi yang ada di kamarnya dari ranjangnya. 

“Tidak hanya itu, pembunuhan yang terjadi belakangan ini di sejumlah titik di Batavia, disebabkan oleh seseorang yang menyebar benda sakti,” Layar berganti dari perempuan yang berada di ruang studio penyiaran berita, menjadi di dalam gedung mall. “Menurut karyawan yang bekerja di mall ini, Ada seseorang yang menyebarkan video di seluruh layar televisi di dalam mall. Dikatakan bahwa terdapat tujuh benda yang disebarkan oleh seseorang ke tujuh orang yang ada di Batavia.”

“Iya, Mas. Ketika saya sedang bekerja dua hari lalu, televisi yang ada di toko elektronik itu,” Seorang karyawan toko ponsel yang bernama Ryan - nama pria tersebut muncul di layar televisi - sedang diwawancarai sambil menunjuk toko elektronik yang berada tepat di sebelah kanan toko Ia bekerja. “berubah semua menampilkan satu video yang sama. Saya mah, kurang paham ya soal begituan, orang-orang bilang sih diretas sama hacker. Videonya bilang, kalau para pemain itu berhasil mengumpulkan ketujuh benda apa gitu, akan dapat hadiah…”

“Di hari yang sama juga, gedung mall ini juga dibajak oleh sekelompok teroris bersenjata,” Layar berganti lagi menampilkan keadaan gedung mall, memotong informasi dari narasumber tersebut. “Karyawan mall dan para pengunjung tidak ada yang mengetahui motif dari para pelaku pembajakan mall tersebut. Polisi kini tengah sibuk untuk mencari dalang dari video tersebut dan pelaku pembajakan mall tersebut.” Pengisi suara berita tersebut menyelesaikan kata-katanya.

Tiba-tiba, terdengar suara ledakan yang cukup keras. Aldo dan Andre - pria yang menolong Aldo - terkejut dan mengabaikan berita selanjutnya yang tampil di televisi kecil tersebut yang menempel di dinding kamar. Mereka sama-sama melihat ke arah pintu.

“Kau dengar suara itu?” Andre memastikan apakah Aldo mendengar sesuatu yang sama sepertinya.

“Ya, Aku dengar.”

“Kau tunggu disini.” 

Aldo melihat Andre yang bangun dari sofa di kamar tersebut. Berjalan secara perlahan keluar melalui pintu kamar VIP yang berwarna coklat tersebut. Pintu itu perlahan tertutup kembali ketika Andre melewatinya. Ia tidak bisa mengetahui apa-apa. Hanya ada kericuhan yang terdengar dari luar kamarnya. Sesekali ada suster yang terlihat sekilas berlari di koridor depan kamarnya menjauhi tangga yang ada di sebelah kiri kamarnya. Aldo yang melihat Andre pergi ke arah tangga tersebut, memutuskan untuk bangun dan menyusulnya. Ia penasaran mengenai yang terjadi diluar kamarnya. 

Tetapi, ketika Ia telah menapakkan kedua kakinya ke lantai dan membuat dirinya berdiri, dengan infusan yang masih mengalir ke dalam tubuhnya melalui selang infus yang terhubung dengan tangan kirinya, Ia melihat headsetnya tergeletak di atas laci kecil setinggi bocah laki-laki kelas enam sd. Tanpa perlu berpikir panjang, Ia ambil headset tersebut, dan Ia pasangkan headset tersebut di telinganya. 

Ia dapat mendengar semuanya. Semua suara yang ada di dalam rumah sakit tersebut. Suara kran air di toilet pengunjung di lantai dasar, suara keyboard yang digunakan oleh staf administrasi rumah sakit, suara dokter yang sedang berbicara dengan pasiennya, suara langkah orang-orang yang berada di dalam gedung, bahkan suara pendeteksi jantung di ruang UGD. Ia hanya perlu fokus untuk mendengarkan suara yang dicari. Tapi Ia tidak tahu suara apa itu. Aldo tidak tahu apa yang terjadi di luar.

Lihat selengkapnya