Tsurat Abadi

Harjo S. Royani
Chapter #7

Enam

Suara keramaian mulai menyerang kembali. Para pengunjung dan pegawai mal mulai membicarakan video tersebut satu sama lain. Josephine yang masih menggenggam ponsel dengan kedua tangannya, disadarkan oleh sentuhan lembut tangan Dhody. Dhody meminta Josephine untuk tidak panik dan jangan pernah sekalipun membahas paket yang mereka terima tadi pagi. Tanpa sepatah kata, Josephine memahami tatapan Dhody itu. Mereka memutuskan untuk bersikap biasa dan tetap menjalani hari ini sesuai dengan rencana yang sudah mereka buat, menonton film.

Para pengunjung restoran ada yang masih lanjut membicarakan video tersebut, menganggap serius permainan yang dimaksud video tersebut, ada juga yang tidak memperdulikannya. Pelayan restoran masih tetap melanjutkan pekerjaan mereka, tidak menganggap serius pesan dari video tersebut. Josephine dan Dhody menyelesaikan makanan mereka secara perlahan. Film yang akan mereka saksikan dimulai beberapa menit lagi dari sekarang. Meskipun mereka telat beberapa menit, mereka hanya akan tertinggal iklan-iklan yang ditampilkan sebelum film dimulai. Jadi, mereka masih punya beberapa menit tambahan atas iklan-iklan tersebut. 

Nasi kepal salmon menjadi santapan terakhir mereka. Satu porsi terakhir yang terdiri dari dua nasi kepal tersebut mereka bagi dua. Mereka makan dengan tangan kanan mereka yang merangkul tangan mereka satu sama lain, memasukkan nasi kepal tersebut ke dalam mulut mereka, dan menyelesaikannya dengan meminum teh hijau mereka. Dhody yang sedikit malu atas tindakan mereka, meminum teh hijaunya dengan cepat agar pikirannya teralihkan. Josephine terlihat menikmati tindakan tersebut dan senang bisa melakukannya. 

Mereka duduk sebentar bernapas lega sebelum mereka membayar pesanan tersebut dan pergi meninggalkan restoran. Dhody yang tadinya duduk berhadapan dengan Josephine, memindahkan dirinya ke sofa Josephine untuk duduk disampingnya. Menempelkan dirinya ke Josephine dan merangkulnya. Josephine pun merespon tanpa penolakan. Ia menyamankan dirinya terhadap rangkulan tersebut, bersandar lengan Dhody sambil memainkan ponselnya. Dhody tanpa mengganggu Josephine, mencium kepala Josephine dari samping, dari posisi Ia berada, dan mengusap-usap rambut Josephine hingga sedikit berantakan. 

“Kamu jangan main ponsel terus. Ayo, sebentar lagi filmnya mulai.” Dhody mengajak Josephine untuk meninggalkan restoran.

“Eh iya, Ayo. sudah Jam segini.” Josephine bergegas membereskan barang-barangnya. Sedikit melakukan perbaikkan lipstiknya yang berwarna merah gelap, melepaskan dirinya dari sandaran Dhody, dan siap pergi. Dhody sibuk membersihkan piring-piring yang mereka gunakan, Ia tumpuk sedemikian rupa menjadi satu tumpukan piring, sumpit dan sendok mereka letakkan di atasnya beserta tissue bekas yang telah mereka gunakan. Setelah terlihat cukup rapi, mereka bangun dari sofa mereka, berjalan menuju kasir, meminta bon makanan mereka, dan membayarnya. 

Mereka hanya perlu beberapa langkah untuk sampai di bioskop. Keluar dari restoran, berjalan ke arah kiri restoran, melewati beberapa kedai makanan yang lain. Tetapi, sungguh tidak beruntung Josephine hari ini, ketika Ia sedang memperhatikan orang-orang yang ada di sekitarnya, melihat ke lantai dasar melalui balkon dalam gedung yang dibuat agar tidak ada yang jatuh dari lantai dua ataupun di atasnya ke lantai dasar, terdapat sekelompok pria membawa senjata. Mengancam orang-orang dengan senjata laras panjangnya dan tidak ragu-ragu untuk menembak siapa saja yang tidak mengikuti permintaan mereka. Suara bising keramaian mal seakan mengalahkan gelombang suara yang mereka buat untuk sampai pada gendang telinga Josephine. Ucapan-ucapan yang berusaha dilontarkan para pembawa senjata tersebut tidak dapat didengar dengan jelas oleh Josephine. Ia hanya bisa menggenggam tangan Dhody se-erat dan sekencang mungkin seakan-akan memberitahu Dhody agar tidak meninggalkan dirinya dan melindungi dirinya, membuat Dhody tersentak kaget dan melihat ke Josephine. Tapi, Ia sekilas melihat ke lantai dasar dan tentu saja Ia tidak sengaja melihat para pria tersebut. 

Orang-orang yang berada di lantai dua, mulai melihat satu demi satu, memberitahukan teman-teman disampingnya, melihat ke arah bawah, ke arah para pembawa senjata itu berada. Para pembawa senjata tersebut mulai menembakkan senjata mereka ke arah lantai dua dan lantai tiga secara asal, berharap semua menghentikan aktivitasnya dan memperhatikan mereka. Lagu-lagu yang diputar oleh para pemilik toko mulai berhenti satu per satu, pengumuman yang dilakukan oleh pihak pengelola gedung mulai berhenti. Orang-orang mulai ketakutan, terlebih tembakan yang mereka lakukan secara asal tersebut telah melukai beberapa orang di gedung.

Josephine dan Dhody bisa terkena tembakan tersebut jika tidak ada orang didepannya. Atau, bisa dibilang, jika mereka benar-benar berada di pinggir balkon untuk melihat sekelompok orang bersenjata tersebut, mereka akan bernasib sama seperti pria yang berada di depannya. Pria itu benar-benar bernasib sial, Ia hanya ingin tahu ada apa di lantai bawah ketika orang-orang di lantai yang sama dengannya mulai melihat kebawah. Tembakan asal yang mereka lakukan secara tidak sengaja mengenai pria tersebut.

Josephine dan Dhody tidak tahu harus berbuat apa. Orang-orang mulai berteriak, berhamburan tidak jelas, mencari tempat berlindung di dalam toko. Ada yang mencoba berlindung ke dalam restoran, ke toko ponsel, toko baju, dan sebagainya. Josephine dan Dhody mencoba sampai ke tempat tujuannya sambil bergegas, berharap bisa berlindung di dalam bioskop sebelum orang-orang itu naik ke lantai dua atau setidaknya berlindung sebelum orang-orang itu sampai di lantai dua. Gedung bioskop yang berada di pojok sisi gedung, bersebelahan dengan lorong menuju tangga darurat, memperlihatkan beberapa orang yang mencoba turun melalui tangga darurat. 

Lihat selengkapnya