Tsurat Abadi

Harjo S. Royani
Chapter #8

Tujuh

“Bos, keramaian di depan bioskop sudah teratasi. Lantai satu ada tiga orang, lantai dua ada lima orang. Dan lantai tiga ada dua orang. Tidak banyak yang berada di lantai tiga. Jadi kami tidak menambah orang ketika Jaret dan TJ tiba di lantai tiga.”  Aldo dengan setelan putih berdiri di sebelah kanan Bosnya, telah selesai mengkoordinir anak buahnya.

“Bagus. Kita perlu mencari tahu siapa saja penerima paket yang Black maksud yang ada di gedung ini. Biarkan Bb yang menggunakan paket yang dia dapatkan tersebut.” 

Bos besar dari para pria bersenjata ini berada di lantai satu. Ia duduk dengan santai di kedai donat. Menunggu anak buahnya mendapatkan hasil dari acara memancing ini. Dengan menggunakan pakaian rapi layaknya seseorang yang memiliki jabatan penting di sebuah perusahaan, Ia dikawal oleh tiga orang di sekitarnya.

“Tembakan yang kita lakukan tadi benar-benar membuat para pengunjung ketakutan, Bos. Bahkan para pegawai mal dan pegawai toko juga tidak ada perlawanan.” 

“Kamu harus tahu ini. Mal ini dilengkapi dengan silent alarm. Jadi, meski kita sedang menguasai mal ini sekarang, cepat atau lambat polisi akan segera mendatangi dan mengamankan mal ini. Kita harus bersiap untuk kemungkinan terburuknya jika kita ingin lolos dari para polisi biadab itu dan memenangkan permainan yang Black buat.” 

“Tapi, Bos, siapa sebenarnya si Black ini? Kita tidak benar-benar tahu siapa dia dan dimana dia sekarang. Bisa saja ini perangkap yang polisi buat selama ini untuk menangkap geng kita!”

“Kamu ada benarnya. Tapi, firasat mengatakan bahwa kita perlu turun tangan dalam permainan ini. Dan firasat Bb belum pernah salah sejauh ini. Mari kita ikuti saja permainan ini. Pada dasarnya, kita bukanlah tokoh utama atas permainan yang Black buat ini. Kita hanya mendukung Bb untuk memenangkan permainan ini. Aku percaya 100% kepadanya. Kamu bebas mau percaya atau tidak.”

“Ya, Ayah. Terima kasih.”

Bos para pria bersenjata ini tiba-tiba berdiri, memegang tongkatnya dengan tangan kanannya. Mengangkatnya, dan mengarahkan ujung tongkatnya ke anak buahnya yang satu itu yang ternyata adalah anaknya. Ujung tongkatnya didekatkan ke hidung pria tersebut.

“Aku sudah bilang, panggil aku Bos. Jangan seperti anak manja dengan memanggilku Ayah. Ingat prinsip geng ini. NO MERCY!” Dilayangkan tongkat tersebut ke wajah pria tersebut, membuat masker di wajahnya terlepas. Wajahnya kini terekspos dan meninggalkan luka bekas pukulan tongkat. Masker putih yang Ia kenakan tadi tergeletak di lantai. Darah mulai keluar dari pipi kirinya.

Lihat selengkapnya