“Mau beli apa buat mama? Selagi masih di jalan.”
“Beli nasi padang aja.”
“Atau kita ke apartemen aja?” Dhody sebisa mungkin tidak bertemu Ibunya Josephine. Ia sedang tidak ingin mendengar nasehat yang sudah pasti akan diberikan langsung nanti ketika bertemu. Terlebih setelah kejadian yang dialami mereka berdua di mal.
“Gila lu ya?”
“Bercanda.”
Mereka berhenti di warung nasi padang Uda Febrian di dekat rumahnya. Dhody memarkirkan mobilnya dan turun. Berjalan beberapa langkah dan memesan nasi padang dengan lauk kesukaan Ibunya Josephine.
“Da, nasi satu. Bungkus ya.”
“Pakai apa?”
“Biasa, pakai telor sama sayur nangka aja. Kasih bumbu rendangnya kalo bisa.”
“Oke, siap.” Pemilik warung nasi padang itu menyiapkan pesanannya. Mereka sudah langganan untuk beli di Uda Febrian setiap kali mereka ingin memakan nasi padang. Terlebih Ibunya Josephine sangat senang dengan rasanya.
“Kasih sambel sama daun singkongnya agak banyakan ya. Beri kuah juga.” Tanpa merespon, Uda Febrian langsung menyelesaikan pesanan Dhody itu.
“Jadi berapa?”
“Satu aja? Dua puluh lima ribu.”
Pesanannya pun selesai di buatkan. Dimasukkannya ke dalam kantong plastik hitam dan diberikan kepada Dhody. Dhody membayar pesanan tersebut dengan pecahan uang sepuluh ribuan sebanyak tiga lembar. Dan dikembalikan satu lembar lima ribu rupiah.
“Oke, makasih.” Ditinggalkannya warung padang tersebut menuju ke mobil. Dan melanjutkan perjalanan menuju rumah.
ting. Ponsel Josephine berbunyi. Memunculkan nama kontak ‘mama’ di layar ponsel.
“Dari mamah. Katanya, mamah sudah sampai di rumah.”