Tsurat Abadi

Harjo S. Royani
Chapter #11

SEPULUH

…Sepuluh tahun yang lalu…

Di tengah sunyinya jalan raya pada hari yang panasnya cukup membakar kulit, seorang pengemudi berkendara secara ugal-ugalan. Dengan kecepatan tinggi, Ia melesat melewati gedung-gedung pencakar langit. Hanya sedikit mobil yang berlalu-lalang di siang hari ini. Setiap Ia berpapasan dengan mobil milik orang lain yang berada di depannya, dengan sengaja Ia naiki jarum pengukur kecepatan kendaraannya itu. Kendaraan yang Ia beli seharga miliaran rupiah itu Ia bawa bersama keluarga tercintanya. Istrinya duduk di sofa depan di sebelah kirinya, sedangkan anaknya berada di sofa belakang. 

Mungkin kurang tepat jika ingin disebut sebagai perjalanan bersama istri dan anak tercinta. Ataupun sebagai perjalanan liburan bersama keluarga tercinta. Karena pria itu sedang gila. Ia dengan sengaja berkendara dengan kecepatan tinggi yang dapat Ia capai dengan mobilnya. Istrinya yang berada di sebelahnya, memang duduk anteng, tidak banyak tingkah, terikat dengan sabuk pengaman yang menyangga istrinya. Tetapi istrinya tidak sadarkan diri. 

Begitu juga dengan anaknya. Anaknya yang terikat dengan sabuk pengaman di sofa belakang juga tidak sadarkan diri. Mereka berdua telah dibius dengan obat dengan dosis yang cukup tinggi. Pria itu dengan sengaja memberikan obat bius berdosis tinggi untuk mengajak keluarganya - istri dan anaknya - pergi liburan. Liburan dari dunia yang sungguh menyiksa baginya. Ya, Dia ingin mengajak keluarganya untuk meninggalkan dunia ini dan pergi ke alam baka. Ia ingin bunuh diri bersama istri dan anaknya. 

Sebelum Ia memutuskan untuk bunuh diri di siang hari ini, Dia membeli obat tidur dari temannya yang bekerja di sebuah apotek ternama di kotanya. Obat tidur itu Ia siapkan dari jauh-jauh hari. Istrinya sempat memergoki bahwa Ia menyimpan obat tidur itu. Seringkali istrinya bertanya pada malam hari obat itu untuk apa Ia simpan. Tetapi, tidak pernah Ia jawab hingga malam sebelum Ia memutuskan untuk bunuh diri. Ia menjelaskan kepada istrinya pada saat mereka akan segera tidur, bahwa itu hanyalah obat tidur. Ia menyimpan obat tidur itu untuk berjaga-jaga jika Ia tidak bisa tidur akibat tuntutan pekerjaan yang sangat menyiksa dirinya. Tentu istrinya percaya mengingat usaha yang telah dirintis oleh suaminya telah berjalan dan menafkahi mereka selama 7 tahun. 

Tetapi, apa daya. Usaha tersebut tidak berjalan dengan semestinya. Selama 2 tahun terakhir. Usaha tersebut tidak membuahkan keuntungan. Utang-utang jangka pendek yang Ia tanggung selama 2 tahun terakhir mulai mendekati tanggal pembayaran. Belum lagi bunga yang juga harus dibayarkan. Ditambah, Utang konsumsi atas penggunaan kartu kredit yang Ia lakukan secara berlebihan. Ini merupakan kendala yang sangat tidak disangka-sangka. 

Maka dari itu, malam hari sebelum hari ini, Ia memutuskan untuk bunuh diri bersama keluarganya. Ia berikan obat itu dalam bentuk bubuk ke dalam makanan istri dan anaknya di pagi hari. Ia taburkan bubuk-bubuk dari puluhan butir yang Ia buka dari kapsulnya dan Ia kumpulkan di secarik kertas. Sayur, ikan goreng, dan beberapa masakan lain yang telah disiapkan oleh istrinya, Ia taburkan ketika istrinya membangunkan anaknya yang berusia 6 tahun itu. Dengan sigap, Ia berhasil menaburkannya tanpa ketahuan sedikitpun oleh istrinya. 

Tentu Istrinya menyantap masakan yang telah Ia buat sedemikian rupa untuk menyenangi hati suaminya yang telah bekerja keras untuk menafkahi dirinya, istrinya, dan anak kesayangannya itu tanpa ada rasa kecurigaan setelah istrinya kembali bersama anaknya dari kamar putranya tersebut. 

Dalam kurun waktu lima belas menit, obat itu bereaksi. Istrinya yang telah menghabiskan hidangan yang ada di piring di atas meja makannya, langsung mengantuk dan menjatuhkan kepalanya di atas meja. Sedangkan putranya terjatuh di lantai setelah melihat Ibunya tidur secara tiba-tiba di atas meja makan. Melihat rencana tersebut berhasil, Ia mempersiapkan langkah selanjutnya. Ia pindahkan tubuh kedua keluarganya tersebut, istri dan anaknya, ke dalam mobil mewahnya. 

Tapi, bagaimana bisa obat itu tidak berpengaruh kepada tubuh pria tersebut jika memang obat tersebut Ia taburkan ke dalam makanannya? Tentu akan menimbulkan pertanyaan yang besar jika itu tidak terjawab. Jawabannya cukup simple. Ia taburkan obat tersebut setelah Ia mengambil bagiannya ke piring makannya. Dan rencananya pun berhasil sesuai perhitungannya.

Kemudian, Ia melanjutkan rencana tersebut ke tahap selanjutnya. Ia bersihkan meja makannya dari makanan-makanan yang sudah pasti tidak akan ada yang memakan lagi. Baik di hari itu maupun hari-hari selanjutnya. Ini dilakukan agar tidak ada jejak sedikitpun yang mengarahkan adanya rencana bunuh diri ataupun rencana pembunuhan, jika aparat kepolisian turun tangan atas kematian mereka. 

Tubuh istri dan anaknya Ia posisikan sedemikian rupa di atas sofa mobil dengan sabuk pengamannya yang tidak lupa digunakan. Ia nyalakan mobilnya dan meluncur keluar dari rumahnya. Langkah selanjutnya yang harus Ia lakukan ialah berkendara sejauh mungkin dari rumahnya, lalu mencari jalan yang cukup sepi untuk menabrakkan mobilnya. Atau, mencari jalan di pinggir jurang, lalu memasukkan mobilnya ke dalam jurang tersebut. Tetapi, pilihan pertama tidak masuk akal untuk Ia lakukan. Ia memutuskan untuk menjerumuskan mobilnya ke dalam jurang di pinggir jalan, tentu dengan keadaan yang sepi. Meski Ia berharap selama perjalanan ada kemudahan untuk mengakhiri hidupnya dengan ditabraknya mobil tersebut oleh pengendara lain. Tetapi sayangnya, hal itu tidak benar-benar terjadi. 

Kecepatan yang Ia tempuh telah melewati banyak mobil di belakangnya. Dan menyebabkan Ia sampai di kota yang cukup banyak tebingnya lebih cepat dari yang Ia kira. Dengan yakin, Ia terus menambahkan kecepatan laju dari mobilnya itu hingga Ia benar-benar jatuh ke jurang. Ia menjatuhkan mobilnya bersama dengan dirinya dan keluarga kecilnya itu dari tebing yang paling tinggi yang ada di jalan yang Ia lalui. 

Menuju surga. Katanya dalam hati. Mobil itu masuk jurang. menghadapi batu-batu di pinggiran tebing yang tidak bisa mobil itu hindari. Terpental dari satu batu ke batu lain, hingga tertahan di batang pohon yang amat besar. mobil itu terbalik seratus delapan puluh derajat dengan keadaan miring mengikuti kemiringan tanah dari tebing tersebut. Benturan-benturan yang tidak dapat dihindari itu, dan dibiarkan dengan sengaja, membuat rangka mobil itu penyok di setiap sisinya. Sangat tidak enak dipandang.

Lihat selengkapnya