Tsurat Abadi

Harjo S. Royani
Chapter #19

Delapan Belas

… Sekarang … 

Awan mendung mulai datang, langit yang tadinya bersiap untuk menurunkan matahari, berubah gelap seketika. Rintik-rintik hujan mulai turun hingga hujan deras. Dhody yang sedang berada di samping tubuhnya Fahra, berusaha bangun untuk menghampiri Josephine yang sedang membopong seorang pria yang telah menyelamatkan mereka. Hujan mengguyur mereka bertiga - dan satu mayat - di sore hari. Pria itu dibopong oleh mereka berdua hingga ke kursi yang berada di teras yang masih terlindungi oleh atap rumah dari derasnya hujan. Kini, pria itu berada di kursi tepat di depan jendela yang sudah pecah.

“Dhody, liat itu!” Josephine yang berniat mengambil ponselnya didalam mobil, untuk melihat ada atau tidak balasan dari Ibunya, melihat tubuh Fahra yang berubah menjadi batu dari depan pintu masuk rumahnya. Ia menunjuk dengan menggunakan telunjuk pada tangan kirinya. Perlahan namun pasti, tubuh tersebut terkikis menjadi debu hingga hanyut bersama air yang mengalir dari hujan deras tersebut. Tetapi, hanya kacamata bening saja yang tidak berubah jadi debu. Tubuh, pakaian yang digunakan, dan tas yang dibawa oleh Fahra, semua berubah menjadi debu. Hanya kacamatanya saja yang tidak berubah.

“Mamah!” Petir menyambar pada waktu yang tidak diduga duga, membuat Josephine dan yang lainnya kaget.

Dengan perasaan cemas yang sangat terekspresi dari wajahnya, Josephine cepat-cepat mengambil kacamata tersebut dan melupakan persoalan ponselnya. Debu-debu dari tubuh Fahra telah habis mengalir ke selokan di depan rumahnya. Ia coba gunakan kacamata tersebut, dan benar saja. Ia langsung dapat melihat seisi rumah hanya dari luar rumah dengan kacamata tersebut.

Pantas saja dia bisa mengetahui Aku membawa tongkat baseball.

“Dhod, coba ini!” Josephine menghampiri Dhody untuk memintanya mencoba menggunakan kacamata tersebut.

“Kemungkinan besar ini merupakan paket yang diterima Madam Fahra dari Black,” Dhody mencoba kacamata tersebut. “Pantas saja Ia tidak percaya ketika kamu memberikan buku yang kamu miliki. Pasti Ia berpikir paket yang kamu terima adalah benda-benda seperti ini.”

“Ya, mungkin benar. Setidaknya paket yang Aku miliki telah menyelamatkan kita.” 

“Kamu benar.”

Pria yang sedang beristirahat di kursi teras Dhody, mendengarkan percakapan antara Dhody dan Josephine mengenai paket yang diberikan Black. “Jika kalian membicarakan Black yang telah membuat permainan bertahan untuk untuk kita bertujuh, itu artinya kalian dan Aku belum bisa dikatakan telah selamat.”

“Siapa kau sebenarnya?” Dhody yang sedang mencoba kacamata tersebut, langsung mengubah arah penglihatannya ke arah pria tersebut berada dan mendengarkan penjelasan pria penuh luka tersebut.

“Kalian tidak perlu takut. Daripada Aku sebut diriku sebagai salah satu pemain atau peserta yang dipilih Black untuk permainan bertahan hidup yang dia buat, Aku lebih memilih menyebut diriku sebagai korban. Kalian bisa memanggilku Aldo jika kalian mau.” Pria tersebut memperkenalkan dirinya. 

“Aku berakhir seperti ini akibat permainan itu juga. Aku diserang secara brutal oleh pemain lain. Dan dia sedang menuju kesini.”

“Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?” Josephine mulai merasakan cemas yang berlebih.

Lihat selengkapnya