Josephine pergi kedalam rumah, mengambil kain handuk yang berada di lantai dua di dalam lemari pakaiannya. Dengan kepanikan yang menyerang dirinya, Ia secepat mungkin mengambil handuk bersih yang Ia miliki. Handuk yang biasa Ia gunakan untuk mengeringkan tubuhnya, kini harus digunakan untuk membalut tangan yang terkena pisau. Handuk yang bila dibentangkan memiliki panjang yang sama dengan tinggi badan Josephine, terlipat dan tersimpan didalam tumpukan kain-kain yang lain.
Diambilnya handuk tersebut dan dibawa turun menuju lokasi Dhody berada. Tergesa-gesa, panik, bingung kenapa hal ini harus dialaminya, itulah yang dirasakan Josephine.
“Lepaskan tangan kotormu itu dari jam kompas milik Boby!” Terdengar suara ancaman dari luar rumah. Josephine yang telah sampai di pintu rumahnya, menahan diri untuk langsung melangkahkan kakinya keluar rumah.
Dari posisinya Josephine berdiri, Ia mengintip situasi yang sedang dialami Dhody diluar rumah. Mencari ponselnya di kantong celana yang Ia gunakan. Tetapi sadar ponselnya tidak berada di kantong celananya, ponselnya Ia tinggal di dalam mobilnya.
Sialan. Disaat-saat genting seperti ini, kenapa ponsel gua tinggal di dalam mobil!
“wa-wa-wa-wa-wait!” Terdengan suara panik Dhody dari luar rumah.
“Selamat tinggal!”
Josephine yang melihat Dhody sedang diancam dengan menggunakan pistol yang ditodongkan di kepalanya, langsung keluar, melepaskan handuk yang Ia bawa tersebut. Pistol tersebut telah siap digunakan untuk ditembakkan masuk ke dalam kepala Dhody.
"NO!”
***
“Honey.” Dhody lambaikan tangan kanannya di depan mata Josephine, berharap dapat mengembalikan Josephine dari lamunannya.
Josephine yang tanpa sadar melamun setelah menyantap semua hidangannya, terlihat panik setelah kembali dari lamunannya itu.
“Dhod, kita bisa baliknya nanti aja ga?”
“Kenapa memang? Aku takut nanti bakal kejadian seperti kemarin kalau kita terlalu lama di dalam mal. Kita tidak tahu apakah orang-orang gila itu akan membajak mal ini atau tidak seperti mereka membajak mal yang kemarin itu!”
“Iya, Aku paham. Tapi, Aku mohon!”
Melihat kepanikan yang tergambar dari wajahnya Josephine, Dhody akhirnya menuruti permintaan pacarnya itu. Ia tidak jadi membayar hidangannya itu yang sudah mereka santap. Ia memutuskan untuk pergi mengambil beberapa irisan daging dan sepiring sayuran. Dhody panggang daging tersebut dan Ia rebus sayuran-sayuran tersebut kedalam panci yang berisi kuah kaldu.
“Honey, bisa kamu ceritakan kenapa kamu meminta kita untuk lebih lama disini?” Dhody yang tidak tahu harus berbuat apa selagi menunggu makanannya matang, meminta penjelasan kepada Josephine atas tindakannya tersebut.
“Ini berkaitan dengan paket tersebut.”
“No way!”
“Ya. Tadi Aku mendapatkan penglihatan masa depan... secara tidak sadar.” Josephine mulai meneteskan air matanya. Dhody pun bergegas pindah ke kursi kosong yang berada di sebelah Josephine. Dhody rangkul dan Dhody peluk tubuh Josephine agar Josephine merasa lebih baik. Ia elus kepala Josephine dengan lembut dan Ia sandarkan kepala Josephine ke bahunya.
“Dah, dah, dah. Aku ada disini.”
“Aku takut. Takut beneran terjadi.”