“Bedebah! Dasar Biadab si Boby!" Aldo berjalan tertatih-tatih. "Dad, I’m sorry.” Orang-orang yang berada disekitarnya terus memperhatikan Aldo yang tubuhnya penuh luka. Ia berhasil kabur dari penyerangan Boby. Luka sayatan yang diakibatkan oleh lemparan pisau Boby masih terus mengeluarkan darah. Ia terus menutupi luka di lengan kirinya - lengan atas - itu dengan tangan kanannya. Mencari tempat persembunyian di pinggir kota, berharap Boby tidak dapat menemukannya untuk sementara waktu.
Tetapi, sungguh malang nasibnya, di tengah perjalanannya untuk mencari tempat persembunyian, Ia terjatuh. Tubuh Aldo sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya akibat penyerangan tersebut. Ia terbaring lemas di pinggir jalan. Orang-orang yang sedang dalam perjalanan menuju tujuannya masing-masing, mulai mengurangi kecepatannya ketika mereka melihat ada seseorang yang terbaring di pinggir jalan dengan tubuh yang dipenuhi luka dan bercak darah. Meski begitu, mereka hanya mengurangi kecepatan kendaraan mereka hanya untuk melihat dan memenuhi rasa penasaran mereka. Ketika mereka sudah melewatinya, mereka pergi begitu saja dan menambah kecepatan mereka seakan-akan tidak ada apa-apa.
Aldo benar-benar malang. Ia sendirian, tidak ada yang membantu. Terbaring lemas di pinggir jalan ketika matahari sudah hampir waktunya pergi. Tidak ada yang berhenti menolongnya, hingga ada seseorang yang muncul dari tangga jembatan penyeberangan. Pria tersebut langsung menghampiri Aldo ketika Ia melihatnya.
“Mas, mas.” Pria tersebut terus berusaha membangunkan Aldo. Aldo yang sudah tidak bisa apa-apa lagi, hanya bisa mendengarkan seseorang yang memanggil dirinya. Sekilas, Ia melihat pakaian pria tersebut yang mengenakan kemeja biru langit bergaris-garis dengan tubuh yang sangat proporsional. Perlahan namun pasti, Aldo mulai tidak sadarkan diri dan jatuh pingsan.