TTM

Arslan Cealach
Chapter #9

Zona Nyaman

Aku hanya mau berjaga aja karena kita nggak tau setan itu masuk ke hati manusia dari celah yang mana, ingat Tara wanita itu berkata demikian beberapa saat lalu. Tapi, yah, persetan dengan setan dengan segala macam pintu jahanam mereka. Tara sangat percaya diri jika imannya cukup kuat kalau menyangkut masalah nafsu dan perlendiran. Terlebih jika yang jadi objek nafsu itu adalah teman baiknya sendiri.

Timbang nafsu duniawi. Jujur saja Tara lebih merasa sedih. Saat harus melihat keadaan Rena dengan segala macam kemelut hidup yang ia ceritakan.

Timbang perasaan ingin mengangkangi. Jujur saja Tara merasa lebih ingin melindungi.

“Mau nggak? Bentar lagi kita sampai, lho,” tanya Rena gemas karena pria itu tak kunjung menjawab. Sekaligus kediaman Tara membuatnya sedikit salah tingkah. Ia khawatir Tara salah paham dengan tawarannya yang tanpa maksud buruk sama sekali.

Pria itu menjawab, “Kalau gitu aku pesan yang pakai daun bawang, kornet, sosis, sama telur, ya. Dibikin separuh nyemek separuh lagi setengah matang.”

“Ahahaha, buset. Yee, ngelunjak ya Anda. Kau pikir aku nawarin karena buka warmindo apa gimana, hah?” respon Rena sambil mentoyor kepala Tara dari samping.

“Haha. Alhamdulillah deh kalau kamu udah bisa ceria lagi. Tapi, by the way anyway busway,” ucap Tara sambil melongok pemandangan di luar jendela mobilnya. Mengamati lingkungan sekitar.

“Kenapa? Kamu nggak lihat yang aneh-aneh, ‘kan?” tanya Rena, jadi ikut memandangi daerah sekitar sana. Sebenarnya tak ada yang aneh.

Tara menjawab, “Nggak, sih. Aku cuma nggak nyangka aja ternyata beneran masih ada ya bagian di kota ini. Yang tampak sangat terbelakang… maksudnya bernuansa kampung banget gitu, lho. Jadi seram ada begal.”

“Maksudmu daerah rumahku yang kumuh ini kayak kampung begal gitu?” tanya Rena datar.

Tara segera menyangkal, “Nggak, nggak, nggak. Bukan gitu juga maksudku. Santai aja, Bu.”

“Kamu sejak lahir pasti sudah tinggal di dalam perumahan cluster atau apartemen bintang lima, ya?” tanya Rena berusaha menahan tawa menyadari betapa konyol temannya satu itu. Membuat datangnya malam yang beberapa waktu terakhir terasa menakutkan. Berubah jadi sedikit menyenangkan.

“Iyaaa… iyaa enggak juga, sih,” sangkalnya lagi.

“Terserah, lah,” balas Rena saat kendaraan itu mulai asyik bergoyang karena kena polisi tidur. Usai memasuki gang yang membelah perkampungan.

Lihat selengkapnya