TTM

Arslan Cealach
Chapter #11

Harusnya Tidak Terjadi

Tidak seperti beberapa malam sebelumnya yang terasa seperti mimpi buruk. Tadi malam adalah kenangan yang sangat menyenangkan bahkan sampai terasa seperti sesuatu tak nyata. Keberadaan pria sebaik Tara lebih seperti anomali untuk hidupnya yang selama ini lebih banyak dilingkupi oleh kebencian dan pengkhianatan. Membuat ia sedikit takut pada keberadaan anomali itu.

“Hari ini untuk yang gagal kemarin lebih diusahakan lagi ya, Ren,” beritahu atasan yang kemarin baru saja mengomelinya selama hampir setengah jam non-stop sampai membuatnya sangat hancur dan hanya ingin tidur setelah itu tak bangun lagi.

Rena tak menjawab. Hanya menganggukkan kepala. Dan ia masuki ruangan kerjanya yang ada di lantai dua.

Jika diingat lagi, ia menghabiskan tiga hari sejak penerimaan calon pegawai untuk melakukan pengenalan perusahaan dan training job. Tiga hari itu, walau di mata orang lain mungkin hanya tiga hari, untuknya terasa seperti tiga bulan full dibakar di api neraka. Mungkin orang lain tak rasakan penderitaan serupa dengannya karena berbagai faktor. Tapi, untuk Rena sendiri itu adalah salah satu tiga hari paling stressful dan mendebarkan.

Bagaimana tidak? Selama tiga hari ia akan ditraining di kantor yang jauhnya tiga jam perjalanan. Melewati jarak sekitar dua puluh lima kilometer menggunakan angkutan umum dari rumahnya selama sepuluh jam. Dua jam lebih cepat dari waktu kerja minimal yang diberitahu jika para kandidat diterima nanti. Terdapat begitu banyak materi yang diajarkan dan harus dihafal oleh calon pegawai terkait kebijakan perusahaan, tata cara kerja, trik-trik menjadi persuasif di telinga calon nasabah, sampai hal aturan berpakaian di kantor yang wajib estetik mengikuti jadwal tiap harinya.

Yang paling mengerikan tentu bukan itu. Tapi, bagaimana bahkan jika calon pegawai sudah mempelajari semua dengan baik dan menghapalnya sekalipun. Masih berpeluang besar tidak lolos ke tahap interview user. Benar-benar perjuangan berdarah-darah untuk seorang lulusan SMA sepertinya agar bisa mendapat kerja kantoran dengan gaji lumayan di kota besar seperti ini.

“Kalau diingat lagi semua perjuangan agar bisa dapat meja di dalam ruangan ini. Rasanya walau harus mati pun pekerjaan ini tidak akan aku lepas,” pikirnya sambil melihat teman kerja yang duduk di depannya. Seorang wanita cantik bertubuh kecil dengan kulit putih yang berhijab.

Ia pikir, “Pakai hijab untuk perempuan di agamaku memang wajib, sih.” Rena mulai berpikir apakah sebaiknya ia mulai menggunakan hijab juga. Untuk mengurangi dosa sebagai perantara transaksi riba yang dilaknat oleh Tuhan pemilik alam.

“Aduh, Tuhan, kenapa Kau kasih aku rejeki di jalan ini, sih?” tanyanya sebelum benar-benar memulai pekerjaan hari itu. Ingin sekali cepat datang waktu makan siang agar bisa bertemu dengan teman baiknya. Seseorang yang jadi satu-satunya untuknya sekarang.

“Selamat pagi, Ibu. Apakah benar saya sedang berbicara dengan Ibu Indari?”

*

Beberapa jam kemudian di kantor Bimasakti Financial Advisory yang berjarak dua buah ruko yang diisi salon dan bank dari Seycour Finance Solutions.

Bah, ngeri kali aku lihat mukamu sejak pagi, Bram. Habis dihajar preman atau debt collector dari kantor samping kau?” tanya seorang pria bertubuh tambun dengan kulit gelap yang menggunakan kemeja berwarna krem yang kontras dengan warna kulitnya.

Lihat selengkapnya