Tadi malam terasa seperti neraka yang sangat mengerikan. Ia kesulitan bergerak karena sekujur tubuhnya kesemutan. Ia merasa seperti sedang ketindihan dan nafasnya terus sesak selama lebih dari satu jam. Dalam kesendirian malam yang semakin dalam, malaikat kematian seolah bisa datang kapan saja tanpa peduli pada perasaan sang korban.
“Nggak apa-apa… Tuhan, aku ingin mati aja. Aku hanya ingin ini semua segera berakhir,” harapnya sambil mengangkat satu tangan dalam posisi berbaring. Saat penyakitnya kambuh seperti itu. Seringkali tak ada hal lain bisa ia pikirkan selain dijemput oleh kematian. Jebakan rasa takut dan kebingungan bagaimana harus menjalani masa depan. Seolah hilangkan kepercayaan. Akan eksistensi Tuhan dan segala keajaiban yang selama ini Ia tawarkan.
Ia hanya ingin mati, menghilang, lenyap dari daftar populasi manusia di Bumi. Entah sudah berapa juta kali ia harapkan hal itu dalam hidupnya yang singkat dan tanpa cinta ini.
Dan malam yang dramatis itu berakhir bersama terpejamnya pikiran. Untuk sementara waktu akhirnya Tuhan beri ia jalan untuk keluar dari rasa sesak.
Hingga pagi yang tak pernah diharapkan tiba-tiba datang.
DOKK DOKK DOKK. Rena yang tidur dalam kondisi kesakitan dan bahkan tadi malam belum sempat mengganti pakaian. Tiba-tiba bangun dengan kondisi otak seorang perwira di medan pertempuran. Jantungnya seperti mau copot saat mendengar suara ketukan brutal seperti penagih utang itu di pintu depan. Kemudian disusul suara teriakan.
“REGINA! REGINA! REGINA! CEPAT BUKA PINTUNYA, ANAK TOLOL!!!”
Ia langsung berlari ke ruang tamu, tapi tak langsung membuka pintu karena debaran jantung sangat kuat begitu sulit dikendalikan. Air mata menetes tanpa suara karena cengkraman rasa takut menyakitkan. Ia putar kunci tanpa membuka pintu. Klek.