TTM

Arslan Cealach
Chapter #38

Kekacauan

Pagi hari ini di villa keluarga Gading Wiryawan kembali diliputi masalah seolah tabir kericuhan yang terjadi tadi malam enggan terangkat. Bagaimana tidak? Seorang ART yang diperintahkan Atma untuk memeriksa keadaan adik kandungnya saat memasuki waktu Subuh. Harus menemukan Sang Tuan Muda kedua keluarga itu berada dalam kondisi yang sangat mengenaskan.

Menyaksikan adiknya tak sadarkan diri dengan pergelangan tangan membiru dan dalam posisi tidak alami seperti itu membuat Atma sangat panik dan hampir kehilangan akal sehat. Tak bisa ia bayangkan jika sesuatu yang buruk terjadi pada adik kesayangannya. Satu-satunya saudara yang tak pernah berhasil ia tunjukkan perasaan sesungguhnya. Satu-satunya orang yang tak pernah melihat diri sesungguhnya.

Langsung Atma lepas ikatan yang tak ia sangka akan membuat Bram berakhir seperti ini. Segera ia baringkan tubuh adiknya dalam posisi terlentang dengan kepala sedikit miring untuk memastikan jika jalan napas terbuka. Ia periksa berbagai tanda vital di tubuh Bram seperti pernafasan, denyut nadi, dan kesadaran. Karena salah sangka merasa nafas Bram tidak terasa, ia sempat hampir melakukan resusitasi jantung paru atau CPR. Untung ia segera sadar dirinya tidak terlatih dan memilih menunggu kedatangan bantuan medis. Selama itu tidak lupa ia hangatkan tubuh sang adik untuk mencegah terjadinya hipotermia.

Sambil menunggu bantuan medis rumah sakit terdekat yang membutuhkan waktu cukup lama mencapai bangunan itu datang. Atma terus memantau kondisi sang adik agar penyesalan lebih besar tak sampai menimpa dirinya. Terutama tanda-tanda pernafasan dan kesadaran yang ia harap segera kembali entah bagaimana caranya.

Tok tok tok. Seorang ART mengetuk pintu kamar yang sengaja ia biarkan terbuka. “Misi, Den Atma. Ini saya bawakan minuman hangat. Wedang jahe.”

Tanpa menoleh ke arah ART wanita paruh baya itu Atma menjawab, “Oh, tidak perlu. Seseorang dalam kondisi ini tidak boleh diberi makanan atau minuman, Bi. Tolong arahkan saja petugas medisnya ke sini saat sudah tiba nanti.”

“Ehm, baiklah, Den Atma. Ini saya bawakan juga untuk Den Atma.”

“Taruh saja di meja,” perintah pria itu.

Sang ART pun masuk ke dalam kamar dan melakukan apa yang sang tuan muda pertama katakan.

Tak lama setelah wanita itu pergi. Datanglah sang tuan besar yang ingin mempertanyakan sikap putra pertamanya dan bagaimana acara hari ini bisa terancam gagal terlaksana gara-gara tindakan yang ia ambil.

“Kamu juga, sih. Buat apa coba sampai mengikat Bram seperti itu? Sekarang saat keadaannya jadi seperti ini. Apa yang harus Ayah katakan sama keluarganya Raline?” tanya pria itu.

Zreek greek. Atma langsung mendorong bangku yang ia duduki dan mendirikan tubuh untuk menghampiri sang ayah. Ayah kandungnya. “Itu hal pertama yang Ayah katakan saat melihat keadaan Bram seperti sekarang?” tanyanya.

Lihat selengkapnya