Setelah kondisi fisiknya jauh lebih stabil dan sadarkan diri. Bram dievaluasi oleh tenaga medis untuk mengetahui alasan ia sampai pingsan. Karena memang tak ditemukan masalah yang bisa menyebabkan hal itu fisiknya. Bisa dibilang ia benar-benar sehat. Berarti apa pun yang membuatnya pingsan berhubungan dengan yang tak terlihat.
*
Zreekk. Atma membuka pintu kamar VVIP tempat sang adik dirawat usai lakukan prosedur fasciotomi yang membuat pria itu harus diopname selama beberapa hari fase pemulihan. Ia sendiri sudah diajak bicara oleh para tenaga medis yang habis mengobrol dengan Bram. Sekarang ia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri.
Atma duduk di salah satu sofa yang membelakangi tempat tidur. Bertanya, “Jadi, gimana? Apa yang lu bicarakan sama mereka?”
“Aku nggak apa-apa,” jawab Bram pelan. “Aku cuma pengen cepet pulang karena besok harus ngantor.”
Atma membalas, “Jangan sembarangan, deh. Lu itu habis dioperasi dan tangan lu masih butuh proses untuk memulihkan diri. Lu tuh nggak boleh dzalim sama tubuh lu sendiri karena keegoisan yang nggak bisa dikendalikan.”
“Mas Atma, keadaanku bisa lebih buruk kalau terus di sini. Aku harus nemuin obatku besok.”
Sebenarnya Atma ingin membahas soal itu juga. Tapi, karena masih khawatir dengan kondisi fisik sekaligus psikologis adiknya. Ia memilih menahan diri dan membalas, “Dokter bilang lu pingsan karena serangan panik akut. Baru tau gue lu punya penyakit kayak gitu. Gimana awalnya?”
“Mas Atma, aku nggak pengen ngomongin apa pun soal itu. Yang jelas dari kejadian ini aja aku harap kamu dan Ayah sudah paham bagaimana tekanan mental bisa berdampak sangat berbahaya untuk kondisi fisikku. Aku nggak mengharapkan apa pun dari kalian. Karena aku sudah menjalani hidupku dengan baik meski sendirian. Karena itu…”