Kembali ke hari ini.
*
“Pokoknya kamu nggak perlu menemui aku lagi, Tar,” ucap Rena tiba-tiba. Kadang ketegasan memang dibutuhkan kalau tidak ingin mendapat rasa sakit lebih nyelekit. Ia dirikan tubuh. Berterima kasih atas dua porsi nasi rames yang akan ia kenang rasanya untuk selamanya. Sebagai hidangan terakhir yang ditraktir laki-laki paling berharga dalam hidupnya.
Greph. Tanpa meminta persetujuan, Tara memegang pergelangan tangan Rena dari belakang untuk menahannya melangkah lebih jauh. Tak akan ia biarkan “masa depannya” pergi lagi. Masa depan yang kehadirannya sudah ia cari selama bertahun-tahun berkubang dalam kegilaan. “Apa salahku, Ren? Kenapa kamu lakukan ini semua sama aku?” tanyanya dengan tatapan kosong.
Saat itu juga iblis prasangka masuk ke dalam batok kepala Rena. Membuat ia percaya semua laki-laki di dunia sama saja. Sama seperti bapaknya yang pembohong ulung dan psikopat manipulatif. Sama seperti kakak laki-lakinya yang mencintai semua orang di dunia kecuali dirinya. Jika dibiarkan bersama lebih lama, sosok yang sempat ia kira malaikat seperti Tara pun pasti sama saja. Pendusta!
Karena itu sebelum bayangan indah soal semua kebaikan Tara sepenuhnya sirna. Seperti saran dari wanita asing tak dikenal yang ia temui hari itu. Lebih baik segera akhiri semua. Menghapus kenangan indah yang pernah ada. Sekalipun sangat menyiksa.
Rena yang kadung yakin dengan keputusannya enggan mengindahkan ucapan Tara dan tetap pergi. Tara segera melakukan pembayaran dan mengejar wanita berambut pendek itu. Membelah tatapan tidak peduli sekumpulan orang lain di sana.
Di pelataraan parkir yang luas. Tara kembali berusaha, “Tolong ngomong sama aku, Ren. Kalau kamu diam aja aku nggak akan ngerti. Kenapa juga aku harus kena samber geledek di siang bolong begini saat hari pertama masuk kantor setelah sakit?” tanyanya.
“Kamu sakit?” tanya Rena pelan.
Tara menyahut, “Iya, Ren. Aku habis sakit satu minggu. Itu kenapa aku nggak bisa menghubungi kamu. Tapi, kenapa kamu juga nggak menghubungi aku sama sekali, sih? Sejak kemarin aku terjebak dalam banyak banget hal yang aku sendiri nggak sepenuhnya pahami. Itu kenapa aku gak sabar ketemu kamu karena selama ini kamulah satu-satunya tempat yang aku anggap rumah. Tapi, kenapa sekarang rumah itu malah pengen ngusir aku?” tanyanya.