“Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…” ucap Atma berkali-kali nyebut dengan bibir kering dan wajah pucat saat lagi-lagi mendapat berita yang sangat membagongkan soal adiknya.
Atma sama sekali bukan orang yang relijius. Boro-boro relijius, sholat wajib yang hanya lima kali sehari pun jarang ia lakukan. Dalam kepalanya, alah, Tuhan kan maha pengampun. Nggak masalah lah sekali-sekali meninggalkan ibadah wajib juga. Tapi, karena otaknya terlanjur konslet akibat sering diberi minuman haram. Berawal dari sekali-sekali malah jadi berkali-kali. Jadi setiap hari.
Tapi, untuk yang kali ini. Ia merasa harus menyebut asma Tuhan untuk merayu agar meringankan cobaan. Dalam rentang waktu begitu singkat masalah demi masalah terjadi dalam hidupnya karena sang adik. Adiknya yang kali ini bukan lagi hanya menghajar pria tak dikenal. Tapi…
*
Tadi malam.
Setelah sang kakak meninggalkannya di dalam kamar yang sangat berantakan karena ulahnya sendiri. Bram berakhir hanya duduk di atas tempat tidur sambil menyender di kepala kasur. Berusaha menenangkan diri karena takut juga pada ancaman Atma.
Iseng ia buka notifikasi email yang sudah lama diabaikan. Matanya melotot saat tanpa sengaja melihat pesan dari sebuah akun email bernama reginaadindalestari@xxx.xxx. Dengan jantung berdebar kencang segera ia buka pesan yang diterimanya belum lama ini. Tanggalnya baru saja kemarin.
“Tepat sebelum Rena meninggal. Pesan terakhirnya.”
Apa yang hendak wanita itu katakan? Kenapa ia tidak mengirim ke WA saja? Kenapa malah ke email yang pasti ia ketahui dari kartu tanda pegawai di lanyard yang biasa ia gantung di kaca tengah mobil?
“Assalamualaikum, Tara.
“Sebelumnya aku mau minta maaf karena sembarangan kirim email ke sini. Kayaknya ini email buat kerjaanmu, ya. Tapi, aku udah gak punya akses lagi untuk menjangkau kamu selain dari sini.
“Sesuai permintaan pacarmu, mbak-mbak bertubuh sintal yang cantik banget itu. Aku sudah menghapus kontakmu dari gawaiku demi kebaikanmu sendiri. Demi kebaikan kalian.”
Tara langsung mendelik. “Mbak-mbak sintal cantik? Maksudnya siapa? Pacar?” Tiba-tiba terbayang wajah seseorang yang memenuhi kualifikasi itu dalam kepalanya. “Mbak Nadia? Maksud Rena Mbak Nadia? Kok tiba-tiba dia, sih?” tanyanya gusar.
Ia lanjut membaca, “Aku dengar dari perempuan itu kalau ternyata sebenarnya selama ini kamu kesal ya karena harus dengar semua ceritaku. Karena harus nemanin aku. Karena sering aku ajak makan siang bareng. Tapi, sebenarnya kamu tinggal nolak aja tau, Tar. Nggak usah pakai ngegosipin aku sama temen-temenmu segala. Pakai acara bawa kerjaanku sebagai pegawai kantor lintah darat segala lagi.
“Itu jahat banget tau, Tar. Aku benar-benar terpukul saat mengetahuinya. Aku marah, malu, kecewa sama diriku sendiri juga. Kenapa aku bodoh banget, ya? Kenapa aku yang udah punya bapak kayak gitu harus ditipu lagi sama orang kayak kamu? Sosok yang sempat aku kira sebagai laki-laki terbaik yang pernah aku kenal.”