Tuah Kasih

Mfathiar
Chapter #2

Bab 2

Jam dinding di luar kamar yang berdetak di tengah malam terdengar sampai ke kamar saking kecilnya ruangan di rumah itu. Rumah kecil dengan dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi, dan dapur yang menyatu dengan ruang tengah. Ruang tamu tidak memiliki kursi duduk. Siapa saja tamu yang datang berkunjung akan duduk di atas tikar yang akan digelar. Dindingnya bergantung bingkai penghargaan atas prestasi sekolah dari berbagai lomba yang diikuti. Penghargaan ikut serta dalam kegiatan pramuka, juara lomba azan, tilawatil quran, dan berbagai lomba lainnya. Piala-piala juga tersusun rapi di atas meja kecil yang ditaruh di sudut ruangan. Kebanyakan piala itu milik anak pertama. Hanya satu dua milik tiga anak lainnya. Ruang tengah berisi kulkas bekas yang sudah rusak. Namun, berkat keterampilan tangan pemilik rumah bisa dipakai lagi. Dua buah mesin cuci juga diletakkan di ruang tengah dekat kamar mandi. Mesin cuci itulah salah satu sumber mata pencaharian kini. Penghuni rumah itu bahu membahu mencuci baju tetangga yang dipesankan kepada mereka. Semua anak yang besar maupun kecil turut serta.

Jumlah anak di rumah itu ada empat orang, tapi kamar tidur hanya ada dua kamar. Letaknya mengapit ruang tengah. Anak laki-laki yang paling tua bersedia mengalah untuk tidur di ruang tengah. Ia tidak mengeluh. Tidur di kamar atau di ruang tengah baginya sama saja. Angin dingin tetap menyelinap masuk lewat celah-celah jendela rumah mereka yang berlubang. Seluruh ruangan di rumah itu beraroma masakan dan deterjen pencuci baju karena letak dapur dan ruang cuci persis berdekatan. Termasuk kamar tidur. Sisa masakan tadi malam dapat tercium dengan sekali tarikan nafas saja. Masakan sumatera sehari-harinya mengandung bumbu yang tajam menusuk hidung.

Tiga anak sudah terlelap di alam mimpi di kamarnya. Sedangkan di kamar tidur orangtuanya, dua sosok tubuh terbaring gelisah saling membelakangi. Walaupun suami istri itu menyembunyikan kekalutannya di dalam hati masing-masing, yang namanya hidup berumahtangga sudah dilalui selama 18 tahun tentulah dapat terbaca perasaan itu oleh pasangannya meski tidak terkatakan. Apalagi mereka adalah pasangan yang saling mencintai. Namun, suaminya memilih untuk membiarkan saja apa yang menjadi hal paling nyaman bagi istrinya. Termasuk menangis selama yang ia mau. Istrinya bukanlah seorang jenis perempuan yang gampang menangis seburuk apapun keadaan yang dihadapinya. Proporsi bagian wajah bawah yang lebih besar dibandingkan bagian wajah atas, bibir tebal, dan bentuk rahang persegi empat khas suku Batak melambangkan karakternya yang tahan banting dan pantang menyerah. Namun, kondisinya tidak sesuai dengan kepribadiannya saat ini. Airmatanya yang dikeluarkan diam-diam terus mengalir sepanjang malam memikirkan anak sulungnya.

Fadhilah tidak dapat memejamkan matanya sedikit pun. Kesenyapan malam membawa pikirannya bermuara pada kebuntuan. Bayangan Adam yang patah, terkilir, dan mata bengkak tidak bisa menyingkir dari benaknya. Ia belum dapat mengetahui kabar putra sulungnya saat ini. Tapi ia juga tidak bisa pergi ke turnamen karena tiga anaknya tidak ada yang mengurus. Sepanjang hari ia harus disibukkan dengan kegiatan rumah tangga dan mengerjakan pesanan laundry baju orang serta mengasuh seorang anak lagi yang bernama Yasmin berusia 2 tahun yang dititipkan ibunya yang pergi bekerja. Suaminya juga harus bekerja mencari nafkah secara serabutan karena tidak punya pekerjaan tetap. Sahlan setiap hari bekerja sebagai tukang bangunan. Pulangnya saat hari sudah menjelang malam.

Fadhilah bangkit dari tempat tidurnya. Membiarkan suaminya tidur dalam dengkuran halus. Kelelahan pada hati yang tengah dirasakannya saat ini tidak akan hilang hanya dengan tubuh yang terlelap. Ia mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat sepanjang malam. Tak henti-henti airmatanya mengalir saat memanjatkan doa demi keselamatan Adam. Ia sangat mencintai Adam dan tidak ingin ada luka sedikitpun tergores di tubuh anak kesayangannya itu. Apalagi sampai cedera parah.

“Ya Allah, selama ini Adam selalu bersikap baik kepada hamba. Ia bantu adik-adiknya belajar. Rajin mengaji dan selalu membantu kami di rumah. Di sekolahnya selalu juara satu sejak SD sampai sekarang kelas 2 SMA. Ia selalu berprestasi membanggakan kami sebagai orangtuanya. Apa yang dikatakan ayahnya selalu ia dengar. Ya Allah, maka dari itu hamba mohon, selamatkanlah ia selama pertandingan. Jangan berikan ia sedikitpun luka karena serangan lawan mainnya. Jika memang ia pantas untuk menang, berikanlah kemenangan tanpa cedera ya Allah. Hamba sangat menyayangi Adam. Sakit rasanya bila melihat Adam sampai terluka seperti teman-temannya yang hamba lihat tadi. Tolonglah ya Allah yang maha mendengar, kabulkan permintaan hambamu ini. Engkaulah sebaik-baiknya penjaga.”

Lihat selengkapnya