Menyadari ada yang tak beres, Jati bergegas menendang Harim hingga letnan kolonel itu melangkah mundur dan nyaris terjatuh. Memegang erat sebelah tangan si pria kriminal di belakang tubuh, serta satunya yang telah berada di udara entah sejak kapan.
Harim seketika bersungut-sungut. “Maksud lu gimana sih? Barusan lu udah ngasih dia ke gue!”
“Bahaya tahu gak!” Jati memekik sekuat tenaga, “Dilihat bener-bener dong!”
Tangan kanan si pria kriminal yang berada di udara dan dipegang erat oleh Jati, membawa sebuah pisau. Sepanjang lima belas meter, agak berkilau memantulkan cahaya matahari. Barusan, nyaris menikam sang letnan kolonel.
Harim tertegun tak percaya. Dia tak merasakan apa-apa, sedangkan si pria muda menyebalkan itu menyadari … bahkan melindunginya. Mengatupkan gigi erat, dia menggenggam jemari kencang lantaran kesal.
Cekatan, Sidden ikut memegang tangan pria kriminal itu. Lantas merebut pisau tersebut, mengamankannya. “Sial! Harusnya lu agak lambat dikit, Hang. Padahal tadi udah presisi banget.”
Harim siap memukul Sidden habis-habisan. “Lu gak serius ngomong gitu, kan? Bilang! Lu serius gak ngomong gitu, kan!”
Jati mendengus. “Urus dia bener-bener.” Lantas menggaruk rambut tak gatal dengan malas seraya memejam. “Gak ada gunanya kelak lu menemui gue lagi kalo pangkat lu dicabut.” Dia membuka sebelah mata, tersenyum remeh nan mengesalkan. “Iya, ‘kan … Hiddie?”
Harim nyaris mengamuk. “Siapa yang lu panggil Hiddie!”
“Habisnya … pasti menyenangkan kalo punya nama kecil, sedangkan elu gak punya, ‘kan?” Jati mengangkat lengan bawah, membalik telapak tangan ke atas seperti orang menyodorkan sesuatu dengan ogah-ogahan. “Ya udah, gue kasih.”
“Gue gak butuh!” Harim berteriak kian kencang, “Lagian gue ini letkol, lho. Panggil yang bener!”
“Eh …,” Jati berlagak tak mau terima. “Padahal gue bukan anak buah lu.” Dia menggeser pandangan ke satu orang lain di sana sambil sedikit mengangkat alis. “Bahkan bocah ini aja kayaknya juga gak mau manggil lu macam gituan. Iya, ‘kan?”
“Poin sempurna, Hang.” Sidden membuat angka satu menggunakan jari telunjuk. “Gue bahkan nganggep Bang Harim udah ditendang paksa dari kepolisian sejak dulu.”
“Dasar! Lu berlagak jadi anak buah berbakti sehari aja bisa gak sih?”