Tuan Lori

Adinda Amalia
Chapter #43

42: Sesungguhnya, Bukan Kau yang Menyelamatkan Mereka, melainkan Mereka yang Menyelamatkanmu


Bana melepas sabuk pengaman, bersiap turun dari kabin. Namun, dia tertegun dan mengurungkan niat sejenak saat tak sengaja menoleh kanan. Jati hanya menyandar dan memandang depan dengan sendu.

Perlahan Bana mengikuti arah pandang pria muda itu. Meisie duduk di kursi panjang elok, beratap pohon rindang halaman rumahnya. Si kucing tanpa bulu itu ikut bersantai, dia tampak sehat dan senang lantaran sang majikan membelai lembut.

Bana kembali memandang Jati sambil mengulum bibir. Dia tak benar-benar tahu apa yang ada di pikiran pria muda itu, tetapi kurang lebih mungkin enggan berinteraksi dengan orang tak bersalah lebih jauh lagi.

Tiba-tiba Haw menyahut dengan polosnya, “Jati, kita bertiga—”

“Bentar, bentar!” Bana buru-buru menyela. “Kayaknya yang nyerahin kucing ini ke Mbak Meisie, gue sama Haw aja! Bang Jati, jagain Fero biar gak ada yang nyuri!” Dia langsung menarik tangan gadis itu seraya membuka pintu dan turun dari kabin.

“Bana!” Haw sedikit kesal, dia terpaksa menuruti pemuda itu sambil memegang kucing kecil di depan perutnya menggunakan satu tangan. “Kenapa sih? Biasanya juga gak ada yang nyuri Fero—”

“Cerewet, lu! Ayo, cepet sini!” Bana terus menggandeng tangan gadis itu, bergegas memasuki halaman rumah Meisie.

“Apaan sih? Kenapa lu tiba-tiba kayak gini?” Haw terus berusaha melepaskan tangan Bana darinya, tetapi pemuda itu malah menggenggam kian erat. Merasa ada yang tak biasa, dia akhirnya menurut.

Pemuda tersebut memang tak menjawab atau setidaknya dia tak bisa terang-terangan di sini. Jati pasti akan melihat dan itu hanya akan membuatnya kian murung. Posisi Haw dan Bana yang berada sangat dekat dengan Jati sudah cukup mengkhawatirkan—bila-bila mereka ikut dilibatkan oleh polisi, membawa satu lagi orang lain ke lingkaran mereka hanya akan memperburuk keadaan.

“Imut ….” Meisie mengelus gemas si kucing kecil putih usai mendapatkannya dari Haw. Dia lantas beralih ke dua bocah di hadapan. “Saya gak nyangka bisa ketemu kalian lagi. Eh, kalian ke sini cuma buat nganterin kucing?”

Bana tertawa kecil, lantas mengangguk. “Maaf ngerepotin.”

“Enggak kok, saya malah seneng kalian mau nitipin kucing ini ke saya.” Meisie tersenyum lebar sejenak hingga matanya yang menyipit nyaris habis. “Sekarang jarang ada orang yang peduli sama hewan.”

Haw melonjak gembira. “Mbak Meisie suka banget sama kucing?”

“Semua hewan ….” Meisie kembali tersenyum lebar.

Haw semakin antusias mendengarnya.

“Kalian …,” Meisie memandang Haw dan Bana bergantian, “bukannya dulu tiga orang? Si cowok yang tinggi itu, ke mana? Kenapa gak ikut turun?”

Lihat selengkapnya