Jemari Bana yang mengepal kencang, melonggar kembali. Suara pelan pemuda itu menjadi sempat agak kasar, kini halus lagi, “Awalnya gue mau nyari Ibuk Bapak dan balas dendam ke orang-orang itu. Tapi, gue inget pesan mereka.”
“Ibuk Bapak bakal lebih seneng banget kalo kamu fokus ke diri sendiri, mengejar mimpi, jadi apa yang kamu inginkan,” begitu kata mereka dahulu—entah sudah selama apa sejak Bana mendengarnya langsung.
“Satu-satunya yang tersisa dari mereka cuma warung sederhana. Karena ngerasa gak bisa meninggalkan itu, jadi gue urus.” Paras Bana yang sejak tadi berubah tak menyenangkan untuk ditatap, makin parah lantaran dia kian murung. “Apa pun … apa pun yang terjadi.”
“Dengar gak, katanya ….”
“Jangan deket-deket, ayo masuk rumah.”
“Cepetan tutup pintu. Cepetan!”
Bana kecil menenteng kantung plastik di kedua tangan, dari pasar untuk membeli bahan-bahan warung. Dia tentu saja mendengar itu, tetapi tetap melangkah di sepanjang jalan seolah tak terjadi apa pun. Membohongi diri sendiri bahwa sekujur raga terasa sangat panas.
“Lagi-lagi hari ini gak ada yang mampir ke warung. Tutup awal aja deh.” Beranjak dari kursi di belakang etalase, dia merapikan warung. Berselang sebentar, bocah lelaki itu ganti menggaruk rambut tak gatal. “Tapi mau ngapain?” Sesaat kemudian, senyumnya megembang. “Main kali, ya? Udah lama gak main!”
Bana membawa bola yang telah lama dan usang. Dia ke lapangan. Anak-anak lain yang semula bermain ceria, tiba-tiba berhenti dan diam. Mereka biasanya menyapa gembira, tetapi kali ini justru terlihat bingung.
“Nak, ayo pulang.”
“Pulang dulu, sudah sore.”
“Ayo, Nak!”
“Tapi aku masih mau main. Biasanya masih boleh?”
“Hari ini gak boleh! Ayo buruan pulang.”
Tempat itu menjadi sepi dalam sekejap. Bola usang di tangan jatuh begitu saja. Senyuman yang beberapa saat lalu sempat terukir, musnah tanpa sisa. Bana kecil sadar, hal ini karena keberadaannya. Mereka menjaga jarak, karena takut akan menjadi seperti dia: sendirian, kesepian.
Bana kecil kembali duduk di belakang etalase. Diam, tak melakukan apa pun. Tanpa seseorang menemani. Warung yang telah ditutup menjadi terlihat remang, bahkan benar-benar gelap di beberapa sisi.