“Ayo, ayo, semuanya ikut bantuin!” Rawi berdiri di halaman gedung Kantor T-Grandis Express Cabang Indramayu, memeriksa sekitar memastikan tak ada karyawan yang sempat-sempat bersantai. Tampak berbeda lantaran biasanya sang CEO duduk manis di ruangannya atau paling mentok mondar-mandir di sekitar bagian dalam gedung.
Acara Hari Jadi Kabupaten Indramayu dilaksanakan lebih singkat tahun ini. Kegiatan hanya berlangsung sehari tepat di hari-H dan bukan didahului rangkaian kegiatan lain di hari-hari sebelum acara utama—layaknya perayaan-perayaan lain.
Berbagai pihak berpartisipasi untuk ikut meramaikan, salah satunya—yang bisa dibilang menarik—adalah sebuah perusahaan ekspedisi, T-Grandis Express. Meski persiapan untuk acara hari ini telah dilakukan sejak berminggu-minggu lalu, nyatanya ketika hari-H, masih ada banyak pula yang perlu diurus.
Alhasil, kantor menjadi sangat sibuk.
“Haui bisa bantuin saya lagi, ‘kan? Saya benar-benar sangat menghargai bantuan kamu, lho …,” begitu kata Rawi pagi tadi saat dia menemui Haw di kantin kantor.
Tanpa Rawi meminta persetujuan pun, Haw pasti akan menerimanya. Bukan terpaksa, tetapi dia hanya tak ingin menjadi beban lantaran menumpang tanpa memberikan kontribusi sama sekali.
Lagi-lagi, Haw berkutat di ruangan Rawi. Agaknya memang benar, pekerjaan gadis itu kali ini sama sibuknya dengan sang CEO yang terus mondar-mandir dan para karyawan yang bekerja keras tanpa sempat mengobrol.
Haw tak tahu berapa lama waktu berlalu untuk dia menyelesaikan pekerjaan dari Rawi. Pria itu memintanya meletakkan tumpukan-tumpukan berkas yang telah rapi di rak lemari kecil di sebelah meja. Agaknya, sesaat setelah menyelesaikan semuanya, gadis itu tertidur; masih dengan duduk di kursi elegan sang CEO dan melipat tangan di atas meja berlapis kaca untuk menyangga kepala.
Saat gadis itu akhirnya terbangun—dan entah berapa menit telah berlalu, dia tak merasa ada yang salah. Dia sudah merasa seperti anak bos yang bebas tidur di mana pun. Masih dengan kepala menyangga di atas dua tangan yang dilipat di meja, gadis itu sekadar menoleh. Dari menatap lantai, menjadi menatap dinding di sebelah … dan seorang pria muda.
"Hei," gumam Haw.
Pria muda itu agaknya sibuk sendiri—dan Haw tak ingin peduli dengan pekerjaannya—dan hanya menyahut dengan gumanan singkat seakan bertanya ada apa.
"Hei," ulang gadis itu dengan suara lirihnya yang terdengar malas.
"Apa sih?"
"Oi," lagi-lagi, masih dengan logat yang sama.
"Kenapa sih manggil gue gak jelas gitu?” Pria muda itu masih sambil mengurusi entah apa di rak lemari, di sebelah meja. “Ada apaan?"
"Gue baru bangun tidur siang ... di dalam kepala gue gak ada apa pun, tapi ... di sana ada elu."
"Hah?" Kali ini, Jati akhirnya menatap gadis itu, dengan wajah keheranan.
Di saat itu pula, Haw tersentak dan langsung duduk tegap. Dia baru sadar bahwa pria muda familiar di depannya itu bukan lagi seseorang yang dianggapnya bisa dengan bebas berada di sekitarnya.
Haw masih marah dengannya.
Dia lantas bangkit, sambil membuang muka. “Dibaperin sama cewek yang cuma ngomong ngelantur setengah sadar, gak usah ge-er lu!” Gadis itu bersedekap dan beranjak meninggalkan ruang.
Tepat di ambang pintu, dia berhenti. Sebuah kalimat sudah hendak meluncur keluar dari otaknya yang bergemuruh bila memikirkan pria muda itu. Dalam kurang dari sedetik yang sangat singkat—tetapi entah kenapa terasa sangat lama baginya, gadis itu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia marah—walau itu tiba-tiba terasa aneh. “Jangan beraninya muncul di hadapan gue lagi.”
Kemudian, Haw melanjutkan langkah.
Itu benar. Haw seharusnya merasa benar saat mengatakan kalimat tersebut.
Lantas mengapa, setelah beberapa langkah menyusuri lorong, tanpa sadar langkahnya kembali terhenti? Mengapa momen-momen yang dihabiskan bertiga, yang kini dianggap membuang-buang waktu olehnya, terus berputar dalam benak?
Mengapa gadis itu terus berkata bahwa dia marah, padahal hati terkecilnya—yang sangat enggan untuk diakui—merindukan masa-masa manis itu?
Ketika dia pertama kali melihat Jati.
Ketika Bana bergabung dan membuat kabin Fero menjadi ramai oleh omelannya.