Satu mobil van bertulis T-Grandis Express dengan tema menyerupai spanduk Hari Jadi Kabupaten Indramayu, meninggalkan halaman kantor bersamaan kedua jarum jam jatuh mendekati angka enam. Kira-kira sekitar tiga jam yang lalu.
Rangkaian Kegiatan Hari Jadi Kabupaten Indramayu hari ini, akan ditutup oleh acara puncak yang diselenggarakan mulai pukul enam sore sampai sekitar sembilan malam. Lokasinya tepat di tengah kota.
Jati, sayangnya tak menemui Rawi untuk mengonfirmasi kehadirannya di sana bersama karyawan T-Grandis Express lain. Alhasil, pria muda itu hanya duduk di halaman depan gedung, menghadap area luas yang setengah gelap dan membelakangi bagian dalam gedung yang dipenuhi gemerlap cahaya; tetapi keduanya sama-sama sunyi. Tanpa seorang pun selain dirinya.
Kantor T-Grandis Express Cabang Indramayu berada tak jauh dari tengah kota. Penduduk seolah diserap habis oleh acara puncak di tengah kota sehingga di sini hanya tersisa hening, dingin, dan bisikan kesepian di tengah gulita cakrawala malam.
Meriahnya tengah kota dengan acara puncaknya, berbanding terbalik dengan tempat ini yang seolah ditinggalkan—atau mungkin saja, Jati berpikiran begitu lantaran merasa iri dan kesepian tanpa seseorang atau suatu keseruan di sini.
Bunyi melengking disusul ledakan, mencuri perhatian Jati.
Dia menoleh.
Sebuah kembang api besar. Agaknya berasal dari acara puncak di tengah kota. Tiga empat warna yang berjajar sedemikian rupa, menjadi cat air apik di tengah kanvas bernuansa malam.
Perlahan redup, kemudian disusul lagi oleh kembang api serupa. Sepertinya kegiatan akan segera berakhir—ini adalah penutup yang dinantikan; dan Jati bisa membayangkan seperti apa ramainya di tengah kota saat ini; serta senyuman-senyuman yang ada di wajah setiap orang yang melihatnya.
Namun, agaknya itu pengecualian bagi Jati. Kembang api yang tampak hangat itu, tidak sedikit pun membuat sudut bibirnya terangkat.
Saat Rawi mengatakan bahwa Jati menyukai hal seperti itu—kembang dan keramaian; lebih tepatnya lagi bersama orang-orang terdekat—agaknya itu memang benar, meski Jati baru menyadarinya saat ini.
Ketika semua telah terlambat.
Tangga di antara lantai dua dan tiga, tak sedingin sepanjang lorong, akibat kehadiran seorang pemuda di sana. Duduk di tengah-tengah anak tangga, menyangga dagu dengan salah satu lengan, sedikit mendongak memandang langit yang menembus dari dinding kaca lebar.
Satu dari sekian ruang yang berjajar di lantai teratas gedung, pintunya terbuka. Lampu terang menyala dari dalam, menyorot hingga lorong. Seorang gadis ada di dalam sana, berdiri di tepi jendela. Sedikit membungkuk dengan kedua tangan terlipat di bagian bawah kusen jendela, selagi salah satu kakinya menyilang di belakang yang lain.
Pria muda di halaman depan gedung, menghela napas panjang.
Ketiganya mungkin tak menyadari, tetapi meski terpisah oleh jarak, mereka tetap berbagi banyak hal yang sama; langit dengan kembang apinya, perasaan, penyesalan, harapan terpendam, dan kenangan.
Fero.