Pagi ini, langkah gue terasa lebih berat dari biasanya saat mendekati gedung pengadilan. Udara dingin menyentuh kulit, dan awan kelabu menggantung rendah, seolah ikut merasakan ketegangan yang meliputi tempat ini. Suasana di sekitar berbeda dari sidang-sidang sebelumnya; barisan wartawan memenuhi area luar gedung, dengan kamera-kamera besar siap mengincar momen-momen penting. Suara-suara obrolan bercampur dengan deru mesin mobil di jalan, menciptakan hiruk-pikuk yang membuat hati gue semakin berdebar.
Ketika gue menembus kerumunan, pandangan gue langsung tertuju pada Laras. Dia berdiri dekat pintu masuk, berdampingan dengan Damai yang kelihatan cemas, meskipun dia berusaha menunjukkan ketegaran. Laras melambaikan tangan ke arah gue, senyum tipisnya seakan-akan mengandung semangat dan harapan.
Namun, sebelum gue menghampiri mereka, tiba-tiba ada tangan yang menepuk bahu gue.
"Pagi, Mba Rain. Boleh sedikit wawancara?" Suaranya familier, dan gue spontan menoleh.
Gue melihat Mas Galih Pramudi Kurnia lagi memegang mikrofon handheld, dan di sebelahnya ada laki-laki berperut tambun—gue yakin itu kameramen—berdiri di sebelah Mas Galih dengan kamera terpasang di tripod. Pemandangan ini agak aneh; gue tak menyangka dia bakal turun langsung ke lapangan untuk berita ini. Gue nyaris tak bisa menutupi ekspresi kaget.
"Mas Galih? Kok bisa? Kirain cuma fokus urusan dalam studio." Gue mencoba santai, meskipun di dalam hati agak grogi.
Dia tertawa kecil, nada suaranya ceria dan penuh semangat. “Kadang, kasus seperti ini butuh sentuhan langsung. Apalagi banyak yang penasaran dengan cerita di balik layarnya. Kemarin ratingnya sangat tinggi. Dan, sejujurnya, saya sangat penasaran. Kira-kira bersedia kasih pandangan buat audiens kita lagi?”
Gue bingung, saat gue siap mengeluarkan jawaban, ponsel di saku celana gue malah bergetar, sehingga mengalihkan perhatian gue. Notifikasi dari platform video netizen, muncul di layar, dan ketika gue melihatnya, ternyata berasal dari saluran berita yang dipandu Mas Agus Prayoga, yang sudah gue ikuti. Gue tidak bisa menahan rasa penasaran dan langsung membuka siaran itu. Suara dari sepiker ponsel langsung mengalir keluar, cukup nyaring hingga menarik perhatian beberapa orang di sekitar gue.
“Sidang keempat untuk kasus pembunuhan Ustaz Nur akan segera dimulai,” suara Mas Agus terdengar tegas. “Kali ini kita mendapat kabar, Ustazah Rini akan hadir sebagai saksi. Dia adalah teman dekat almarhum, satu organisasi, dan merupakan orang pertama dalam organisasi yang mengetahui peristiwa ini.”