Selesai wawancara singkat itu, gue kembali fokus ke ponsel, sementara Mas Galih dan rekannya membaur dengan para wartawan lain. Suasana di gedung pengadilan semakin ramai, tapi gue tak melihat Damai dan Laras lagi. Dengan sidang yang mungkin dimulai dalam hitungan menit, gue merasa gelisah. Namun, entah mengapa gue ingin cek siaran Mas Agus lagi. Jadi, gue putuskan ke rumah makan yang kemarin, siapa tahu, perbincangan mereka tak cuma di platform video netizen.
Gue melangkah ke rumah makan itu, dan kali ini aroma nasi goreng dan sambal langsung menyerbu indera penciuman saat gue masuk. Gue lantas memesan kentang goreng—kebetulan ada—dan segelas teh manis hangat. Sambil menunggu pesanan datang, mata gue tertuju pada layar televisi datar itu. Semua pegawai dan pengunjung tampaknya juga menanti kelanjutan sidang.
Tapi, masa iya pengunjung di sini dilarang nonton saluran lain? Jadi, ketika pelayan menghampiri dan mengantar pesanan gue, gue langsung minta dia untuk mengganti program siaran. Dia mengangguk, mendengarkan permintaan gue. Tak lama, layar televisi itu pun berganti menampilkan siaran langsung yang menampilkan Mas Agus dan Haru. Yeay! Hati gue berdegup; sepertinya gue sudah melewatkan banyak hal.
Mas Agus, dengan gaya khasnya yang kritis, mengajukan pertanyaan, "Haru, kita tahu, kasus ini tidak hanya melibatkan hukum, tapi juga banyak emosi dan hubungan personal. Apa yang membuat seorang Haru merasa harus terlibat dalam proses persidangan kemarin? Anda bisa saja diam, dan membiarkan laju sidang mengadili pelaku pembunuhan. Dengan kehadiran Anda, tampaknya opini publik semakin terpecah belah."
Haru tampak tenang, meski raut wajahnya menunjukkan sedikit ketegangan. Dia pun menjawab, “Sebenarnya, Mas, bagi saya, ini semua tentang keadilan. Damai adalah teman dekat saya, dan melihatnya terjebak dalam situasi ini sangat menyakitkan. Saya tidak bisa tinggal diam sementara kebenaran terabaikan. Saya merasa perlu untuk bersuara agar orang-orang memahami konteks di balik semua ini dan tidak hanya melihat dari permukaan. Ini bukan sekadar tentang hukum; ini juga tentang memperjuangkan hak dan martabat seseorang yang saya kenal dengan baik.”
Detik demi detik bergulir. Dan gue masih terus mengikuti obrolan mereka. Satu hal yang mungkin berubah, dari yang pernah gue lihat kala itu, latar belakang acara dipenuhi nuansa biru dan merah. Oh, iya, logo stasiun televisi tersemat di sudut layar.