Ruang sidang terdengar agak ricuh. Dari luar, riuh rendahnya terdengar, tertahan hanya oleh kerumunan wartawan yang sedang meliput. Gue dan Haru berulangkali mencoba menerobos masuk, dan setelah usaha yang tak sebentar, akhirnya kami berhasil. Kini gue bisa melihat dengan jelas jalannya persidangan. Seharusnya tindakan kami tidak diperbolehkan. Sudah terlanjur. Eh.
Bang Ridwan sudah duduk di kursi saksi, menjawab entah pertanyaan yang keberapa dari Hakim Ketua. Gue dan Haru duduk di deretan kursi pengunjung yang, anehnya, hari ini tampak lebih sepi. Sesekali, gue melirik Haru, yang matanya tak lepas dari Damai.
***
Setelah beberapa saat, Laras diberi kesempatan bertanya, “Bisa Anda jelaskan lebih lanjut bagaimana korban pelecehan seksual dapat pulih dari trauma, dan langkah-langkah apa yang biasanya mereka jalani dalam proses pemulihan?”
“Sejauh saya menjadi psikolog, saya akan memaparkan beberapa hal. Pemulihan dari trauma pelecehan seksual memang merupakan proses yang rumit dan bisa memakan waktu lama. Setiap korban membutuhkan pendekatan yang berbeda, tergantung pada tingkat trauma yang mereka alami dan dukungan yang mereka miliki. Biasanya, terapi yang berfokus pada trauma, seperti terapi perilaku kognitif dan terapi pemrosesan ulang melalui gerakan mata, dapat sangat membantu. Terapi ini bertujuan untuk membantu korban mengidentifikasi dan mengubah pola pikir yang merugikan serta mengurangi dampak emosional dari ingatan traumatis.
Selain terapi, dukungan sosial sangat penting. Korban biasanya merasa terisolasi, sehingga adanya keluarga atau teman yang memberikan dukungan tanpa menghakimi bisa menjadi langkah awal yang sangat berarti dalam pemulihan. Kami sebagai psikolog biasanya membantu korban membangun kembali kepercayaan mereka terhadap diri sendiri dan orang lain, yang kerap rusak akibat trauma ini. Prosesnya panjang dan melelahkan, tapi dengan pendekatan yang tepat dan dukungan yang memadai, korban bisa belajar untuk mengatasi kenangan buruk dan menjalani hidup dengan lebih baik.”
“Bagaimana kondisi ini memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka?” tanya Laras dengan penuh rasa ingin tahu.
Bang Ridwan menghela napas sejenak, lalu melanjutkan, “Banyak dari mereka yang berjuang untuk menjalani aktivitas sehari-hari yang sederhana. PTSD dapat menyebabkan perasaan cemas yang berlebihan dan sulit untuk berkonsentrasi. Misalnya, seorang korban mungkin merasa sangat tertekan saat berusaha pergi ke tempat kerja atau sekolah karena takut menghadapi situasi yang memicu ingatan akan trauma.”