Pada akhirnya gue tak bisa menghadiri sidang kesembilan. Rasanya semuanya terlalu kacau, dan hati gue tak sekuat itu untuk menghadapi segala yang terjadi. Setiap detik terasa seperti beban yang semakin berat, mengikat gue di tempat tidur berkasur empuk yang tampak nyaman, tapi tak bisa memberikan ketenangan. Gue galau setengah dewa!
Berjam-jam kemudian, saat gue terbaring dengan pikiran berlarian, ponsel gue berdering. Laras menelepon. Gue ragu sejenak, tapi akhirnya menerima panggilan itu. Suara gue serak karena habis menangis ketika bilang, “Apa?”
Laras mendengarkan, dan kami pun mulai ngobrol panjang. Suaranya lembut, berusaha menenangkan gue di tengah badai emosi yang melanda. Dia turut sedih atas kejadian tadi pagi dan berusaha memberikan sudut pandang yang lebih positif.
“Tapi, setidaknya sekarang kamu sudah tahu, Rain. Itu penting,” katanya.
Laras melanjutkan ceritanya tentang sidang hari ini, menggambarkan suasana di ruang sidang yang mencekam saat Bapak Slamet, si ahli pidana, hadir atas permintaan jaksa penuntut umum.