Aku tak bersemangat saat memenuhi keinginan Ben untuk duet membawakan lagu Kesepian Kita di studio band tempat Psy Band biasa berlatih. Katanya dia sudah jarang mendengarku fals saat bernyanyi di motor, jadi cukup yakin ingin membawaku ikut serta dalam festival band berikutnya. Ini sudah latihan yang kedua, tapi kurasa teman-teman juga tahu bahwa semangatku tak lagi sama dengan saat berlatih yang pertama kalinya.
“Aku enggak apa-apa, kok, kalau batal,” ucapku saat seluruh alat musik berada dalam keadaan tak bersuara.
“Kamu kenapa? Sakit? Ketularan Radit, ‘kah?” Ben menyentuh dahiku.
“Enggak, aku cuma merasa enggak bisa melakukan ini,” jawabku sekenanya. Masih kusimpan berbagai pertanyaan yang muncul usai membaca buku Islam Undercover kemarin. Aku khawatir akan menurunkan performa Ben di festival band yang sudah di depan mata ini jika membahasnya dalam waktu dekat. Lagipula, Ben tidak terlihat seperti kehilangan sesuatu, bisa jadi dia memang sudah lama juga tidak membaca buku itu.
“Ya sudah, jangan dipaksa, Ben. Kita kembali ke rencana awal saja. Sepertinya pendampingmu itu lagi butuh istirahat, wajahnya pucat begitu.” Ardi mendekati kami.
Ben mengangguk, kemudian membukakan pintu ruangan kedap suara ini untukku, “Tunggu aku di luar, ya, jangan lirik sana lirik sini,” bisiknya.
Aku tertawa kecil sembari melangkah gontai. Entah kenapa sulit sekali mengumpulkan energi usai membaca buku itu. Wajar saja jika Deki yang biasanya jinak seperti kucing bisa berubah garang seperti harimau saat membicarakan buku tersebut denganku.
Aku memilih untuk duduk bersandar pada sofa sembari menutupi wajah dengan jaket jeans milik Ben. Bukankah dia ingin aku tidak diganggu siapa-siapa? Pura-pura tidur tentu menjadi opsi yang paling tepat untuk menghindari gangguan anak-anak lain yang ramai menunggu giliran rental band di ruang tunggu ini.
Kesepian kita? Ah … sepertinya itu lebih cocok untuk menggambarkan kehidupan kami daripada dinyayikan dalam festival band hari Minggu besok. Iya ‘kan, Ben? Bukankah ada banyak keriuhan di sekitar kita? Ada banyak suara-suara bising dan perdebatan yang entah penting entah tidak. Ada seribu satu senyuman yang beberapa di antaranya … sebenarnya dipaksakan. Ada gegap gempita semangat yang meletup-letup untuk saling tarik menarik. Tapi tak bisa diingkari … di balik itu semua, kita merasa kosong, merasa sangat kesepian, merasa ragu dengan apa yang sudah dilakukan. Ah, mungkin juga bukan kita, mungkin saja hanya aku yang merasa. Sepi sekali rasanya di balik riuh rendah romansa di antara kita berdua ini.
***
Lagu pilihan Psy Band kali ini cenderung lebih santai dari sebelumnya. Yob Eagger 2 mengalun merdu seiring gerak tubuh Ben yang meliuk santai di atas pangung. Lagu kedua mereka yang tadinya direncanakan Kesepian Kita-berduet denganku-diganti dengan Bocah. Celana jeans ¾ yang dihiasi rantai dari saku belakang hingga pinggang di sisi kirinya membuat tiap pergerakan Ben menjadi lebih menarik perhatian. Belum lagi sepatu bots hitam tinggi yang kontras dengan kaus oblong dominan putih yang kubelikan untuknya dua minggu lalu, membuat penampilannya terlihat makin nyentrik dan cocok dengan lagu yang dibawakan. Rasanya sangat wajar jika band mereka memiliki fan setia yang selalu meramaikan barisan depan penonton setiap kali Psy Band mengikuti festival ataupun parade band.
“Kamu sehat?” Dj mengejutkanku.
“Ah, sehat, kok.” Aku gelagapan. Lupa bahwa akan ada kemungkinan berjumpa lelaki yang satu ini. Aku bukan membencinya, tapi terkadang ada perasaan tak nyaman saat berjumpa dengannya. Ditambah lagi ... aku sudah mengetahui dengan jelas, Ben cemburu padanya.
“Kenapa kamu terpisah dari mereka?” tanyanya lagi.