Tuhan, Maaf Saya Jatuh Cinta

ImaRosyi
Chapter #1

Bagian I: Home Sweet Home

Munich, 2023

Serangkaian kewajibannya telah ia tandaskan: menyelesaikan S3 demi mendiang ayahnya, dan mengunjungi makam kedua orang tuanya di Munich. 

Jarvinia kini sedang mengemas pakaiannya, agenda tahunan, mengunjungi Yogyakarta, baru akan ia lakukan. Kali ini ia akan menetap agak lama, sekitar tiga bulan. Ada tawaran pekerjaan di sebuah bank swasta di Belanda, ia telah menolaknya dua kali, tetapi pihak bank tetap pada pendirian mereka: mereka mau Jarvinia bekerja untuk mereka, maka ia memberikan syarat agar mereka memberikan waktu tiga bulan untuk mengunjungi Indonesia. 

Wanita berdarah Indonesia-Jerman-Jepang itu mengira bahwa mereka tidak akan sepakat. Ada banyak orang berbakat yang masih menganggur di luar sana, kenapa pula mesti mengejar-kejarnya. Malang baginya ternyata pihak bank menyetujui syarat itu. 

Sialan. Padahal ia ingin menjadi pengangguran untuk jangka waktu yang lama. Hampir sepanjang usianya tidak pernah berleha-leha seperti orang lain. 

Oma mengetuk pintu yang terbuka lebar, meminta izin untuk masuk. Jarvinia memberikan kode agar Oma masuk. Wanita berusia 80 tahunan itu kemudian duduk di pinggir tempat tidur.

“Jee, kamu sungguh-sungguh akan beristirahat, kan, selama di Jogja?” Oma bertanya dengan aksen Jepangnya yang kini kembali terdengar jelas. 

Oma adalah orang Jepang. Kala Jarvinia kecil, logat Jepang Oma tidak terlalu terdengar. Barangkali karena dulu keduanya tidak bercakap-cakap menggunakan bahasa Jepang. Saat kelas satu SMA, Jee memutuskan untuk meneruskan kuliah di Jepang maka ia minta neneknya itu untuk berbicara dengannya menggunakan bahasa Jepang. Lima belas tahun terakhir, keduanya lebih sering berbicara dengan bahasa Jepang, barangkali ini yang membuat logat Tokyo neneknya terdengar jelas ketika berbicara bahasa Jerman. 

“Iya, jangan khawatir, Oma.”

“Kamu sudah bekerja keras selama lebih dari 10 tahun terakhir, Jee. Bersenang-senanglah, jangan memaksa dirimu terlalu keras. Ini saatnya kamu beristirahat. Utangmu pada ayahmu sudah selesai. Lagi pula itu bukan utang, ayahmu tidak pernah memintamu untuk berjanji.”

Oma tidak pernah suka bagaimana anak laki-lakinya, anak semata wayangnya, membesarkan cucu satu-satunya. 

Kamu terlalu keras dengannya, Kurt. Kamu terlalu ambisius, dia bisa gila.”

Kurt senang luar biasa ketika mengetahui anaknya dapat membaca saat usia 4 tahun, dan lancar berbahasa Inggris dan Jerman saat usianya enam tahun. Lebih girangnya lagi Jarvinia sudah bisa perkalian dan pembagian saat usianya tujuh tahun. 

Bereksperimen, Kurt memberikan soal bagi anak-anak berusia setahun di atas Jarvinia. Anak perempuan itu mampu mengerjakannya. Tidak puas, ia memberikan soal hingga 3 tahun di atasnya. Jarvinia masih mampu menyelesaikannya. 

Kurt hampir kelewat batas, ia nyaris memberikan soal untuk anak-anak berusia 4 tahun di atas Jarvinia, tetapi ayahnya mampu menghentikannya. 

Ayahnya tidak benar-benar menentang Kurt. Pada banyak waktu, ayahnya lebih banyak sepakat dengannya dibandingkan ibunya

Oma tidak pernah senang ketika Jarvinia mengikuti banyak lomba saat SMA, ia tidak suka melihat cucunya berjuang sekeras itu. Ada momen di mana Jarvinia pingsan setelah mimisan, kemudian dilarikan ke rumah sakit. Oma selalu ingin marah dan menangis tiap kali mengingat momen itu. 

“Iya, aku akan benar-benar menjadi pengangguran seutuhnya. Jangan khawatir.” Jarvinia mencoba melayangkan gurauan agar otot leher Oma melemas.

“Jangan sungkan untuk menelepon Oma dan Opa jam berapapun. Jangan pikirkan perbedaan waktu.”

“Seolah kalian akan bangun jika kutelepon jam 2 pagi waktu Munich.”

Oma memukul lengan Jarvinia pelan. Terkadang cucunya jauh lebih mengesalkan dan keras kepala dibandingkan mendiang anaknya. 

***

Lihat selengkapnya