Tuhan, Maaf Saya Jatuh Cinta

ImaRosyi
Chapter #2

Bagian II


Congratulation. Selamat ulang tahun, selamat menjadi doktor. Semoga ilmunya berkah.”


Keempat serangkai itu berkumpul di ruang tamu seluas lapangan badminton. Maia menyodorkan kue tanpa lilin yang dibungkus dengan ganache berwarna hitam, warna yang telah menjadi ciri khas Jarvinia. 


“Semoga menjadi dosen.” 


“Nauzubillah.” Jarvinia menolak mentah-mentah doa dari Rifki, disambut oleh tawa menggelegar Samuel. 


“Ada ucapan yang kelupaan.” Jarvinia menatap ketiga sahabat-sahabatnya satu per satu. Ketiganya menatapnya bingung, “selamat 13 tahun untuk pertemanan kita.”


“Ooo iya, kita udah 13 tahun bareng.”


“Hah? Emang kita udah berteman selama itu?”


“Kuenya dipotong dulu boleh nggak?” Samuel menatap kue tersebut nyaris ngiler


Jarvinia terkekeh. “Boleh boleh. Potong aja potong.”


“Serius, kita udah 13 tahun bareng?” Rifki mengulang pertanyaannya. 


“Sejak tahun 2010, berarti benar udah 13 tahun.”


“Ya ampun awet, ya.”


“Iya, nggak kaya umur bapak ibuku.” Jarvinia menimpali. Keempat sahabat itu terbahak tanpa rasa berdosa. 


Tiga belas tahun umur persahabatan mereka, semuanya masih terasa sama. Selera humor mereka masih nyambung. Selera musik mereka masih sama: random, tidak terbatas oleh genre. 


Hobi mereka juga masih sama: mengunjungi coffee shop maupun tempat makan yang belum pernah dijajal, yang sedang viral? Jarvinia selalu menolak karena tidak senang keramaian, tetapi tidak pernah melarang ketiga sahabatnya untuk pergi tanpa dirinya. 


Mereka baru dekat saat kelas dua SMA karena masuk di kelas dan jurusan yang sama. Kecuali Jarvinia dan Samuel, keduanya cukup dekat saat kelas satu, menjadi dekat karena kelas agama. Di sekolah mereka, ketika pelajaran agama, non-muslim memiliki ruang kelas sendiri. 



Pasca lulus SMA, Jarvinia “minggat” ke Jepang, masuk jurusan ilmu komputer. Ketiga sahabatnya kebetulan ditakdirkan untuk kembali satu almamater. Maia masuk kedokteran, Samuel teknik kimia, sementara Rifky mengambil jurusan teknik sipil. 


Pada mulanya komunikasi mereka hampir terjadi setiap malam. Makin lama makin tidak intens. Grup BBM berpindah ke grup WhatsApp. Kini mereka hanya akan chat barang dua minggu sekali, bahkan pernah sebulan tidak ada percakapan apapun. 


Komunikasi yang sering absen itu tidak membentangkan jarak di antara keempatnya, justru kian deka ditandai dengan tidak adanya sopan santun tiap main ke rumah salah satu. Menganggap rumah satu sama lain sebagai rumah sendiri. 


Begitu datang langsung ke dapur ambil minum, itu hal biasa. Mampir ke rumah yang lain sekadar untuk numpang mandi atau pindah tempat tidur. 


Lihat selengkapnya