Amsterdam 2024
Mendapatkan beasiswa di Belanda masih terasa bak mimpi di siang bolong bagi Farhan. Ia pernah mati-matian agar diterima di di universitas terbaik di Yogyakarta, berdarah-darah pula ia bersekolah di sana agar tidak di-drop out karena nilainya yang tak keruan. Ternyata aku terlalu bodoh, batinnya putus asa kala itu ketika tak kunjung lulus kala menginjak semester dua belas.
Pada masa-masa terendah dalam hidupnya itu, ia merasa malu untuk bertemu dengan kawan-kawan SMA. Terutama pada satu orang tertentu, seorang gadis yang tiga tahun lebih muda darinya. Seorang gadis cemerlang yang selalu ia kagumi lebih dari sekadar teman.
Ia dan gadis itu pernah membual untuk meneruskan kuliah di Belanda, Finlandia maupun Jepang. Gadis itu ingin sekali meneruskan kuliah di Finlandia, tetapi Farhan mendengar kabar bila akhirnya gadis itu meneruskan kuliah di Jepang.
Perempuan itu adalah kawan dekatnya. Namun, tidak dapat disebut sebagai sahabat karena mereka tidak pernah menceritakan masalah pribadi. Farhan bahkan tidak tahu nama orang tua gadis itu, anak ke berapa, apa hobinya, di mana rumahnya di Jerman, siapa yang memberikan darah Indonesia kepadanya, dan berbagai hal-hal pribadi remeh-temeh yang semestinya diketahui oleh seorang kawan dekat.
Namun, Farhan tahu gadis itu begitu mengagumi dinosaurus. Mereka bisa menghabiskan satu-satunya 30 menit yang dimiliki saat istirahat untuk bercerita tentang dinosaurus, bersama-sama melewatkan makan siang.
Apa kabar gadis itu? Di mana ia sekarang? Farhan tidak tahu. Ia telah lama memutus komunikasi dengan kawan-kawan SMA, termasuk gadis itu. Terakhir ia mengetahui bahwa gadis itu meneruskan S2 di Jepang juga, ia lihat dari update Facebooknya di tahun 2018.
Bohong jika Farhan tidak merindukannya. Farhan ingin gadis itu tahu bahwa akhirnya ia berhasil diterima di Universitas Amsterdam. Ia ingin mengatakan bahwa bualan-bulan mereka akhirnya menjadi nyata. Namun, ia tidak punya keberanian untuk kembali berkomunikasi dengan gadis itu.
Farhan ingin kembali mendengarkan ocehan gadis itu tentang brontosaurus si protagonis atau tyrex simbah moyang ayam atau sekadar terdiam sambil memandangi gadis itu membaca buku apapun yang ada di perpustakaan sekolah.
Farhan merindukannya, tetapi adakah gadis itu juga merindukannya?
***
Jarvinia tidak jago berbahasa Belanda. Tiga hampir setahun tinggal di Amsterdam, tiap kali mengobrol ia masih mencampur Bahasa Belanda dengan Bahasa Inggris. Bagaimana mungkin ia bisa diminta menjadi pengajar kursus Bahasa Belanda?
Namun, Ibu Widya, seorang kenalan yang ia jumpai di taman Vondelpark begitu yakin bahwa Jarvinia dapat menggantikannya untuk mengajar bahasa Belanda untuk mahasiswa-mahasiswa Indonesia, selama wanita berusia hampir empat puluh tahun itu cuti melahirkan.
Selama seminggu penuh Jarvinia mempelajari modul. Semakin dipelajarinya modul tersebut, semakin yakin dirinya bahwa ia tidak mampu berbahasa Belanda. Bahkan kini ia meragukan kemampuannya berbahasa Indonesia. Jika harus memilih, ia lebih memilih bertarung bersama hacker dibandingkan harus belajar apalagi mengajar bahasa.
Kalau bukan karena rasa sungkan terhadap Ibu Widya yang baik hati dan gemar memberikan kue buatannya kepada Jarvinia, ia tidak akan sudi untuk menjadi pengajar. Ia selain tidak menguasai bahasa Belanda juga tidak mahir mengajar itulah sebabnya kawan-kawannya selalu membercandainya sebagai Bu Dosen.
“Goedemorgen” Jarvinia menyapa anak didiknya. Rasanya kelu sekali memanggil mereka sebagai anak didik. Salamnya disambut koor para siswa yang jumlahnya tidak sampai dua puluh orang.
“Bu Widya mungkin sudah memberitahu teman-teman jika mulai hari ini, untuk sementara waktu, saya akan menggantikan beliau selama beliau cuti melahirkan. So, saya Jarvinia Mika Vogel. Kalian bisa memanggil saya Jeje. So, yeah, sekarang presensi dulu, ya.”
***
Seorang laki-laki berperawakan berisi dengan tinggi badan sekitar 175 cm dan berkacamata tergopoh-gopoh menuju tempat kursus Bahasa Belanda. Ia sudah terlambat lima belas menit. Diketuknya pintu di hadapannya. Hari ini guru lesnya cuti, diganti guru baru untuk sementara. Ibu Widya baik hati, tidak pernah marah jika ada murid yang terlambat, tetapi guru pengganti ini barangkali akan marah.
“Masuk.” Dari dalam terdengar suara guru baru itu.
Lelaki itu membuka pintu di hadapannya, lalu menutupnya pelan-pelan. Didapatinya guru itu sedang membaca buku presensi.
“Maaf saya terlambat.”