"Kenapa Appa belum pulang, Amma? Kita jadi pikniknya, kan?"
Pertanyaan Salsa membuat hatiku dilanda kehancuran lagi dan lagi. Ini sudah hari ke empat pasca menghilangnya Mas Rayyan. Sejak selasa dia pergi tanpa kabar, dan hari ini tepat di hari Sabtu, hari di mana janjinya pada kedua anaknya harus dia kabulkan.
Sejak pagi, aku berusaha membangun tenda untuk acara nanti malam. Berharap Mas Rayyan yang sudah terbiasa membangun tenda, akan pulang dan membantuku. Tapi hingga tenda itu berhasil berdiri, Mas Rayyan tak tampak juga batang hidungnya. Dsn kini, Salsa yang sudah pulang sekolah diantar bus sekolah, malah berdiri menatap sedih ke tenda. Tak ada senyuman di bibirnya. Dan semua itu membuatku kembali dilanda kesedihan yang sekuat mungkin aku tahan agar tak jatuh di depan anak-anakku.
"Kalau sama Amma aja pikniknya, gak masalah kan?" tanyaku mengalihkan pembicaraan tentang Mas Rayyan.
Salsa menatapku nanar. "Appa di mana Amma?"
Perih, itulah yang terasa di hatiku. Seperti luka yang disiram dengan sengaja menggunakan cuka, yang membuat luka itu memerah mengeluarkan rasa perih yang teramat sangat kurasakan. Aku sendiri tidak tahu di mana Mas Rayyan berada sekarang. Handphonenya masih tidak aktif, bahkan tak ada kutemukan berita kecelakaan atau apa pun di tv atau radio tentangnya. Ingin melaporkannya ke polisi, namun aku belum kuat melangkah ke sana. Bahkan Ibu Mertuaku sendiri pun melarang dengan alasan, malu jika semua kenalannya tahu tentang kabar itu. Ditambah lagi Ibu Mertuaku yakin, Mas Rayyan pasti kembali.
"Appa ada kerjaan, jadi belum bisa balik," jawabku seadanya.
"Bukan teman Oma kan?" tembak Salsa yang mau tidak mau kujawab jujur dengan gelengan kepala. "Jadi ke mana? Apa Appa di kantor?"