"Pokoknya Raya gak setuju!"
Aku terdiam. Pembicaraan yang terjadi di rumahku tentang permintaanku pada Ibu, malah mentok di Raya yang merasa malu jika berita itu tersebar. Raya yang tidak lain seorang selebgram, benar-benar dibuat panik saat aku dan Ibu mulai memberitahukannya yang baru tiba di rumahku bersama Dennis dan Aldo. Dennis sendiri sudah tidur di kamar Arhan bersama kedua anakku, sedangkan kami para orang tua, berbicara serius di lantai bawah.
"Tapi, Raya, sudah setahun Mas kamu hilang. Semua sudah kita coba, tapi gak ada yang berhasil. Siapa tau dengan bantuan semua pemakai media sosial kita bisa temukan di mana Rayyan."
"Bu, Raya ini selebgram, Raya malu, Bu. Kalau pun Raya bukan selebgram, Raya juga bakalan tolak rencana ini karena malu sama teman-teman Raya."
"Tapi Mbak yakin Mas Rayyan bisa ditemukan, Ray," ucapku membantu Ibu untuk meyakinkan Raya.
"Tapi gak dengan cara ini, Mbak!"
Aku menghela napas pelan. Berusaha tetap tenang saat menyadari emosi Raya mulai naik tingkat. Aldo sendiri berusaha menenangkannya, begitu juga dengan Ibu. Aku pikir, semua akan lebih mudah setelah mendapatkan izin dari Ibu, ternyata aku salah, Rayalah batu sandungan itu.
"Lagian ini semua pasti salah Mbak Zheeya, makanya Mas Rayyan pergi!" tuduh Raya lagi untuk ke sekian kalinya.
"Raya, jangan tuduh Mbak kamu seperti itu. Kita belum tau apa yang terjadi sebenarnya. Jangan asal menuduh!"
"Raya gak salah tuduh, Bu, itu pasti benar." Raya kembali membantah. "Mas Rayyan pasti tertekan hidup bersama Mbak Zhee, makanya dia pergi tanpa kabar. Dulu sebelum menikah, dia baik-baik aja sama kita, tapi sekarang lihat!"
"Jangan samakan kehidupan dulu dengan sekarang, Raya, jelas berbeda." Ibu kembali membelaku yang hanya bisa menundukkan kepala. "Pokoknya Ibu setuju sama rencana Kakak Iparmu, kita akan posting di media sosial. Lagian cuma media sosial Mbak kamu aja, bukan media sosial kamu yang banyak followers itu, seharusnya malah lebih banyak kamu yang bisa membantu, ini malah nolak. Kamu seperti gak sayang sama Rayyan."