Pagi ini tidak masih dengan perasaan yang sama. Sesal karena sudah memposting masalah pribadiku ke media sosial. Seharusnya saat kubuka kedua mata, hanya ada perasaan cemas dan kerinduan pada Mas Rayyan saja yang aku rasakan, tapi kini malah ditambah lagi hingga membuatku merasa tak kuasa bangkit dari tempat tidur.
Suhuku tinggi, dan semua itu aku ketahui dari Ibu yang sempat mengecek kondisiku. Ingin rasanya berbaring seharian hari ini. Namun janjiku pada Salsa untuk membawanya mencari alat-alat tulis sekalian menghiburnya yang kemarin sedih seharian di mall, membuatku menolak ajakan tidur seharian hari ini. Salsa sudah terluka hatinya, rasanya aku tak tega menolak ajakan quality time berdua dengannya hari ini. Biar bagaimana pun, antara dirinya dan Arhan, Salsa lebih sensitif karena mungkin sudah bisa menyaksikan segalanya.
Benar saja, baru saja aku beranjak dari tempat tidur, pintu kamarku terbuka dan terlihat Salsa masuk dengan pakaian rapi. Aku tersenyum menyambutnya yang terlihat menatapku, seolah ingin melihat apa aku benar sakit atau tidak. Tidak lama berselang, Ibu masuk sembari memperingatkannya tentang kondisiku. Wanita berhijab hitam itu tampak kaget melihatku sudah berdiri, yang dia tahu sampai subuh tadi, aku masih lemah di tempat tidur.
"Zhee, kok bangun?" tanyanya khawatir.
"Tuh Amma sehat, bisa berdiri, Nena bohong sama Salsa," gerutu Salsa sembari menatap ke Ibu sembari melipat kedua tangannya. Aku tertawa kecil mendengarnya.
"Zhee, kamu gak bakalan nekat tetap pergi kan?" tanya Ibu tidak mempedulikan kekesalan cucu pertamanya.
Salsa kembali menoleh ke arahku, aku berusaha tetap tenang dan baik-baik saja di depan anakku yang cantik itu.
"Gak apa-apa, Bu, lagian Zheeya udah janji sama Salsa mau jalan-jalan hari ini." Aku mengulur tangan ke Salsa yang langsung disambutnya sembari tersenyum. "Jangan khawatir, Bu, Zhee baik-baik aja kok. Zhee titip Arhan ya?"
Ibu tampak pasrah, dan hal itu bisa kulihat jelas dari raut wajahnya. Aku tahu dia khawatir, namun biar bagaimana pun, sejak menjadi Ibu, aku berjanji tidak akan pernah mengecewakan anakku, apa pun kondisiku.
***
Tanpa Arhan, aku dsn Salsa berjalan melewati toko demi toko di dalam mall menuju tempat bermain kesukaannya. Beruntung bagi Salsa yang masih diberi izin masuk karena masih berusia belum mencapai sepuluh tahun. Jika sudah, mungkin Salsa akan merajuk seharian karena tidak diizinkan bermain di sana.
Seperti biasa, Salsa berlari-larian kecil sembari terus menggenggam tanganku. Sesekali dia menunjuk ke beberapa barang yang dijual di toko yang dia lewati, sesekali meminta makan di salah satu tempat makan, dan sesekali malah menggodaku. Rasanya melihat senyumannya, membuat seluruh rasa sakit di tubuhku lenyap seketika. Aku sembuh total. Dan aku meyakini, obatnya hadir di senyuman Salsa yang begitu tulus terarah padaku.
"Nanti kita makan di sana ya, Amma, Salsa mau di sana!" serunya sembari menunjuk ke arah restoran Korea bertuliskan halal di bagian depan toko. Salsa memang menyukai masakan Korea, apa pun itu. Bahkan hal yang menyangkut tentang Korea pun salsa menyukainya. Dari mulai film, lagu bahkan dia bercita-cita ingin liburan ke sana suatu saat nanti.
Sebenarnya aku tidak masalah, walau harus aku jaga ketat apa pun yang dia tonton. Film yang menjurus ke adegan dewasa, selalu aku larang. Hanya film komedi atau film tentang keluarga yang lebih dulu aku tonton dsn cukup aman untuk diberikan ke Salsalah, yang aku izinkan. Aku tidak ingin pengaruh negara luar yang negatif, harus melekat di dari Salsa. Terutama gata berpakaian yang terkadang sedikit terbuka.
"Iya, ntar kita makan di sana."
Salsa kembali tersenyum lebar sembari menarik tanganku untuk berjalan menuju tempat bermain. Namun tiba-tiba, langkahnya terhenti. Kedua matanya terjurus ke satu objek yang masih belum aku ketahui karena masih melihat ke arahnya.